TEMPO.CO, Yogyakarta – Merebaknya aksi penolakan terhadap kegiatan yang dituding berbau komunis belakangan ini di Yogyakarta mendorong Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta mengundang Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) untuk membahas persoalan yang diberi label intoleransi di DIY.
Forkompimda yang dimaksud terdiri atas Gubernur dan Wakil Gubernur DIY, Kepala Kepolisian Daerah DIY, Komandan Korem 072/Pamungkas, Kepala Kejaksaan Tinggi DIY, Kepala Pengadilan Tinggi DIY, serta sejumlah kepala satuan kerja pemerintah daerah (SKPD).
Baca Juga:
Bahkan, menurut Ketua DPRD DIY Yoeke Indra Agung Laksana, hasil pertemuan itu bisa mengarah pada perumusan peraturan daerah tentang penanganan kasus semacamnya. “Tidak menutup kemungkinan akan menghasilkan peraturan daerah soal penanganan intoleransi,” kata Yoeke, Rabu, 25 Mei 2016.
Menurut Yoeke, sejauh ini, belum ada perda yang mengatur penanganan kasus intoleransi di DIY. Perda tersebut bisa diinisiasi Dewan atau pemerintah DIY. “Perda itu bisa merupakan penjabaran atas peraturan di atasnya yang sudah ada. Kami akan mengkaji,” ucap Yoeke.
Pernyataan Yoeke dikemukakan setelah Wakil Direktur Intelijen dan Keamanan Polda DIY Ajun Komisaris Besar Suswanto meminta Dewan turun tangan. Suswanto berharap DPRD DIY mengundang polisi, tentara, pemerintah daerah, dan para pemangku kepentingan untuk duduk bersama membahas persoalan intoleransi.
“Biar nanti ada rekomendasi untuk eksekutif untuk membuat regulasinya,” ujar Suswanto saat menjadi pembicara dalam diskusi Menyoal Intoleransi dalam Kebinekaan Bermasyarakat: Apa Peran Media di ruang pertemuan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DIY pada 23 Mei 2016.
Sementara itu, Yoeke akan melakukan koordinasi dengan Komisi A untuk menggelar acara itu, lantaran Komisi A membawahi persoalan keamanan dan hukum. “Kami siap memfasilitasi, apalagi kami dipercaya untuk itu,” tutur Yoeke.
Sebelumnya, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X dikecam kalangan aktivis karena mendukung pembubaran acara diskusi dan pemutaran film dokumenter tentang Pulau Buru yang pernah menjadi tempat pengasingan bagi anggota Partai Komunis Indonesia.
PITO AGUSTIN RUDIANA