TEMPO.CO, Ternate - Kepolisian Resor Ternate pada Minggu, 15 Mei 2016, malam membebaskan dua aktivis Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara, Adlun Fikri dan Yunus Al Fajri, yang dianggap mengoleksi kaus dan buku berlambang Partai Komunis Indonesia. Kepala Polda Maluku Utara Brigadir Jenderal Zulkarnain mengatakan penangguhan penahanan dua aktivis AMAN ini merupakan kebijakan polisi untuk kelancaran proses penyidikan.
Polisi saat ini masih membutuhkan pemeriksaan sejumlah saksi ahli, seperti saksi ahli pidana, bahasa, dan informasi teknologi. Polisi, kata dia, masih berpegang pada TAP MPRS XXV/1966 tentang larangan paham Marxisme, Leninisme, dan komunisme dilarang di Indonesia dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999.
"Dan dua orang yang ditahan saat ini hanya wajib lapor," kata Zulkarnain, Senin, 16 Mei 2016.
Menurut Zulkarnain, dari hasil penyelidikan sementara, kedua aktivis dianggap sudah memenuhi unsur pidana. Namun polisi masih membutuhkan saksi ahli untuk pembuktian di pengadilan. "Kami butuh saksi ahli untuk mengkajinya," tuturnya.
Maharani Caroline, Direktur LBH Maluku Utara yang juga penasihat hukum, mengapresiasi pembebasan dua aktivis AMAN tersebut. Tapi ia berharap polisi menghentikan kasus ini. "Kami sangat yakin anak-anak itu hanya mengikuti tren," ucapnya.
Selasa, 10 Mei, pukul 23.00 WIT, empat aktivis AMAN Maluku Utara dijemput empat tentara dari Unit Intel Kodim 1501 Ternate di Rumah AMAN Maluku Utara. Mereka dijemput lantaran dianggap memiliki buku dan kaus berhaluan kiri.
BUDHY NURGIANTO