TEMPO.CO, Yogyakarta - Warga Godean, Kabupaten Sleman Yogyakarta, Eni Kusumawati mengadu ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta. Eni mengadukan keputusan Kantor Badan Pertanahan Nasional Bantul yang tidak mengeluarkan izin kepemilikan dua petak lahan yang sudah ia beli di kawasan Desa Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Luas dua petak tanah masing-masing ialah 926 dan 702 meter persegi.
Asisten ORI DIY, Dahlena mengatakan tidak dikeluarkannya sertifikat oleh BPN itu disebabkan Eni beretnis Tionghoa sehingga tidak bisa memiliki sertifikat hak milik atas tanah di DIY. "Dia ditawari untuk bisa memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) saja," kata Dahlena Kamis, 14 April 2016. Keputusan Kantor Pertanahan Bantul itu keluar pada September 2015 lalu.
Dahlena mengatakan Eni mengadukan kasus ini ke ORI Pusat pada 8 Maret 2016. Pengaduan yang disampaikan oleh pengacara Eni, Willi Sanjaya itu kemudian teruskan ke ORI DIY. Pihaknya kemudian memanggil pimpinan Kantor Pertanahan Bantul, Badan Pertanahan Nasional (BPN) DIY dan Biro Hukum Pemerintah DIY pada Kamis, 14 April 2016.
Namun Kantor Pertanahan Bantul dan BPN DIY tidak memenuhi undangan. Panggilan itu hanya dipenuhi oleh Kantor Biro Hukum Sekretariat Daerah Pemerintah DIY.
Dahlena mengatakan Kantor Pertanahan Bantul berdasar keputusan Kantor Pertanahan Bantul ialah pada Surat Instruksi Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor K.898/I/A/1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak atas Tanah Kepada WNI Non-Pribumi. Aturan itu diteken oleh Wakil Gubernur Provinsi DIY, Paku Alam VIII, pada 1975 lampau. Isinya meminta semua bupati dan wali kota di DIY tidak memberikan sertifikat kepemilikan lahan terhadap warga negara Indonesia non-pribumi.
Kepala Bagian Bantuan dan Layanan Hukum, Kantor Biro Hukum Sekretariat Pemerintah DIY, Adi Bayu Kristanto menilai keputusan Kantor Pertanahan Bantul tidak bermasalah. Menurut Adi, hingga sekarang, pemerintah DIY masih menganggap Surat Instruksi Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor K.898/I/A/1975 masih berlaku.
Kepala Kantor Pertanahan Bantul, Mardiyana menyatakan alasan keputusannya di kasus Eni sama dengan pernyataan Biro Hukum DIY. Menurut dia keputusan itu sudah didukung oleh BPN DIY. "Apalagi sudah ada putusan MA," kata dia.
Mardiyana malah menyarankan ke Eni agar mengadu ke Gubernur DIY, Sultan Hamengku Buwono X agar aturan yang melarang dia memiliki tanah tidak diberlakukan. "Lebih baik dia mengadu ke Sultan, kami hanya pelaksana saja," kata Mardiyana.
Sementara itu, aktivis. Gerakan Anak Negeri Anti Diskriminasi (Granad), Siput Lokasari menilai alasan Kantor Pertanahan Bantul dan Biro Hukum DIY mengada-ada. Dia berpendapat aturan larangan kepemilikan tanah di DIY bagi warga yang dianggap non-pribumi melanggar Undang-Undang Pembaharuan Agraria.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM