TEMPO.CO, Bandung - Asisten Daerah Bidang Kesejahteraan Rakyat, Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat, Ahmad Hadadi mengatakan, pemerintah provinsi tengah membahas rencana mengangkat guru honorer Sekolah Menengah Atas menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK. “Nanti dia bukan pegawai negeri, tapi dari sisi fasilitas, gaji dan sebagainya sama dengan pegawai negeri,” kata dia di Bandung, Rabu, 30 Maret 2016.
Hadadi mengatakan, rencana itu tengah dipersiapkan untuk mengantisipasi penyerahan pengelolaan Sekolah Menengah Atas yang saat ini di tangan pemerintah kabupaten/kota nantinya akan diserahkan pada pemerintah provinsi mulai tahun depan. “Guru-guru honorer yang non-PNS (pegawai negeri sipil) itu perlu dipikirkan, salah satunya dengan mengangkatnya dengan perjanjian kontrak,” kata dia.
Menurut Hadadi, rencana mengangkat guru honorer menjadi PPPK itu sudah mendapat lampu hijau dari pemerintah pusat. Aturan mengenai PPPK itu juga mengacu pada Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang membolehkan pemerintah mengangkat pekerja dengan perjanjian kerja. “Seperti PNS, ini juga ada golongannya. Misalnya diangkat pertama lulusan S1, setara IIIA, mereka juga ada kenaikan golongan,” kata dia.
Soal gaji guru honorer dengan status PPPK juga dirancang setara dengan gaji PNS. “Minimalnya setara UMK (Upah Minimal Kabupaten/Kota). Bayangkan, guru-guru honorer ada yang honornya Rp 100 ribu sebulan,” kata Hadadi.
Hadadi mengaku, belum diputuskan berapa jumlah guru honorer yang bakal diangkat menjadi PPPK itu karena bergantung dari ketersediaan anggaran pemerintah provinsi. Karena jumlahnya masih dibatasi, akan diberlakukan seleksi bagi guru honorer untuk mendapat status PPPK tersebut. “Kami akan seleksi guru honorer yang ada, mungkin ada semacam tes tertulis atau wawancara sehingga hanya yang memenuhi kelayakan yang kita angkat,” kata dia.
Menurut Hadadi, keterbatasan anggaran itu jadi pertimbangan karena pemerintah provinsi juga mendapat limpahan guru SMA yang asalnya pegawai kabupaten/kota menjadi pegawai provinsi. “Akan ada 28 ribu guru negeri dari kabupaten/kota yang harus migrasi ke provinsi, termasuk juga harus disiapkan TPP (Tunjangan Tambahan Penghasilan). Kalau mengikuti standar provinsi yang ada sekarang, berat,” kata dia.
Hadadi mengatakan, TPP pegawai provinsi untuk golongan terendah maksimal bisa mendapat Rp 2,5 juta sebulan. Dia mengaku, anggaran provinsi akan tersedot membayar TPP guru jika menggunakan standar TPP provinsi.
Soal tunjangan tambahan penghasilan itu diakuinya masih belum tuntas pembahasannya. Kendati demikian, Hadadi menjamin, berapa pun nilainya nanti minimal tidak akan lebih kecil dari tunjangan penghasilan yang sudah diterima masing-masing guru dari pemerintah daerahnya masing-masing. “Gubernur menyampaikan, kalau yang sudah tinggi seperti Depok sudah Rp 1,5 juta sebulan, tidak akan dikurang. Yang lainnya, akan dinaikkan bertahap, disesuaikan dengan kemampuan provinsi,” kata Hadadi.
Hadadi mengatakan, alih-keloa SMA/SMK negeri dari pemerintah kabupaten/kota pada provinsi akan berlaku efektif terhitung 1 Januari 2017.Namun, peralihan administrasinya harus sudah rampung terhitung Oktober 2016 nanti. “Efektif penggajian segala macam oleh provinsi per tahun anggaran Januari 2017,” kata dia.
AHMAD FIKRI