TEMPO.CO, Bangkalan-Sebanyak 20 pedagang pasar tradisional Kecamatan Sepuluh mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, Selasa, 29 Maret 2016. Mereka mengadukan soal dugaan jual beli kios bantuan Kementrian Koperasi oleh pengelola Pasar Sepuluh. "Kami diminta bayar lima puluh juta," kata Haji Muhammad, perwakilan pedagang saat dengar pendapat dengan Dewan.
Kisruh kios di Pasar Sepuluh bermula pada 2014. Saat itu Koperasi Unit Desa Sepuluh mendapat bantuan dana pembangunan pasar dari Kementrian Koperasi. Pengelola KUD kemudian membangun ulang 24 lapak nonpermanen yang terletak di bagian dalam Pasar Sepuluh.
Menurut Muhammad, para pedagang setuju direnovasi karena setelah pembangunan rampung mereka tinggal menempati. "kami hanya tinggal memperpanjang surat keterangan tempat (SKT) ke pengelola pasar," ujar dia.
Namun setelah pembangunan kios rampung setahun kemudian dan pedagang telah memperpanjang SKT, kesepakatan berubah. Pengelola meminta pedagang membayar uang ganti pembangunan sebesar Rp 50 juta. Pedagang menolak karena terlalu mahal. Negoisasi harga pun dilakukan antara kedua belah pihak, uang pengganti akhirnya disepakati Rp 25 juta. "Tapi sampai sekarang belum satu pun yang bayar karena belum memiliki uang," kata Rahmat pedagang lain.
Hingga kini, tutur Rahmat, hampir setahun 24 pedagang tidak bisa berjualan karena belum membayar. Pedagang makin resah karena sejumlah kios ditempati pedagang baru. Mereka membayar antara Rp 40-70 juta per kios. "Karena itu kami minta DPRD mencarikan solusi agar kami dapat berjualan lagi," ungkap Rahmat.
Suyitno, anggota DPRD Bangkalan asal Kecamatan Sepuluh, menilai banyak kejanggalan dalam penentuan penempatan pedagang di Pasar Sepuluh. "Pedagang lama tidak dapat tempat, pedagang baru dapat, ada apa?," kata dia.
Soal keluhan pedagang Ketua Komisi B DPRD Bangkalan Asis berjanji akan segera memanggil pihak terkait. Namun, dia meminta para pedagang menyetorkan SKT yang dimiliki dan telah diperpanjang. "Kami akan mengupayakan solusi terbaik," kata dia.
Kepala Pasar Sepuluh, Mat Lihan, membantah tidak mengakomodir pedagang lama. Menutur dia, masih ada belasan lapak yang hingga kini masih kosong, namun mereka menolak menempati karena dianggap tidak strategis. "Tinggal perpanjang SKT, bisa ditempati, tidak perlu sewa," kata dia.
Mat Lihan juga membantah pernah memperpanjang SKT pedagang lama. "Mereka tidak mengajukan ke saya, kalau ngaku sudah diperpanjang kepada siapa," ujar dia.
Yang jadi kendala, kata dia, para pedagang biasa menganggap lapak yang ditempati menjadi hak milik hanya berbekal SKT. Padahal dalam peraturan daerah, SKT otomatis dicabut jika tidak berjualan selama dua bulan berturut-turut. "Lapaknya akan kami sewakan ke orang lain," kata dia.
Soal jual beli kios, ujarnya, harus dilakukan karena dana dari Kementrian Koperasi sebesar Rp 900 juta statusnya bukan dana bantuan tetapi pinjaman yang harus lunas dalam 10 tahun. Dana pinjaman itu dikelola oleh KUD Sepuluh termasuk proyek pembangunan kiosnya. "Kalau tidak minta uang ganti, bagaimana KUD bisa mengembalikan pinjaman," kata dia.
MUSTHOFA BISRI