TEMPO.CO, Padang - Salah seorang korban kecelakaan helikopter TNI Angkatan Darat, Letda Penerbang Tito Hadianov Wibisono, baru bertugas di Poso dua minggu sebelum peristiwa nahas itu terjadi.
Hal itu dituturkan oleh ayahnya, Suprapto. Dia selalu mencemaskan keselamatan anaknya yang baru berusia 23 tahun itu karena bertugas di daerah rawan keamanan dan menjalankan operasi khusus di Poso.
Suprapto yang sehari-hari menjabat Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Barat itu mengatakan, Tito lulus Akademi Militer pada 2014.
Sejak lulus Akademi Militer, Tito sempat bertugas di Semarang. Kemudian ditempatkan di Poso. Sejak Tito bertugas di Poso, setap hari Suprapto menelpon anak ketiganya itu.
Suprapto mengatakan mencemaskan keselamatan jiwa anaknya. "Pagi, siang, sore dan malam, saya menghunginya, karena ia bertugas di daerah konflik," ujarnya saat dihubungi Tempo, Senin sore, 21 Maret 2016.
Menurut Suprapto, sebelum berangkat menggunakan helikopter nahas itu, Tito sempat menghubunginya sekitar pukul 17.00 WIB. Saat itu Tito berpamitan karena akan berangkat ke Poso.
Suprapto mengisahkan, biasanya Tito menceritakan segala sesuatu di tempat tugasnya setiap kali menelpon. Termasuk kondisi cuaca. Titomengatakan cuaca di Poso sering tak menentu. Kadang cerah dan terkadang hujan. “Tapi saat menelpon saya sebelum terbang, dia tidak bercerita soal cuaca," katanya.
Suprapto baru mengetahui anaknya menjadi korban jatuhnya helikopter sekitar pukul 19.00 WIB. Sejam kemudian, pihak TNI menghubunginya memastikan anaknya meninggal dunia.
Suprapto mengatakan, Tito dikebumikan di pemakaman keluarga, yakni di kawasan Jeruk Purut Jakarta Selatan. "Tempat ibu, ayah dan adik saya dimakamkan," ucapnya.
Helikopter jenis Bell 412 EP Nomor Registrasi HA 5171 mengalami kecelakaan di Poso, Sulawesi Tengah, Minggu, 20 Maret 2016, sekitar pukul 17.55 Wita. Helikopter tersambar petir lantaran cuaca cukup buruk.
Sebanyak 13 penumpang helikopter buatan Amerika Serikat itu gugur dalam kecelakaan itu.
ANDRI EL FARUQI