INFO MPR - Ketua Badan Pengkajian MPR RI Bambang Sadono mengungkapkan bila sebagian besar masyarakat setuju dikembalikannya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). “Hal ini berdasarkan hasil Badan Pengkajian selama ini. Kewenangan MPR untuk membuat GBHN merupakan salah satu usulan untuk amandemen terbatas UUD,” ujarnya dalam diskusi "Program Kerja Badan Pengkajian MPR" yang diselenggarakan MPR dan wartawan parlemen di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 15 Maret 2016.
“Sudah dibicarakan di MPR dan diharapkan pada 2016 sudah mulai untuk amandemen terbatas, paling lambat 2017,” kata Bambang Sadono. Dalam diskusi turut berbicara Tb Soenmandjaja (Wakil Ketua Badan Pengkajian) dan Ma'ruf Cahyono (Sekretaris Jenderal MPR RI).
Lebih lanjut, Bambang menjelaskan sebenarnya tidak ada istilah amandemen terbatas. “Setiap usulan perubahan UUD tidak bisa dibatas-batasi. Batasannya adalah Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945. Untuk melakukan amandemen UUD, harus jelas dulu pasal yang akan diubah, perubahannya seperti apa, dan apa argumen melakukan perubahan itu,” lanjutnya.
Selain itu, pembatasannya dilihat dari syarat untuk mengajukan perubahan UUD. Perubahan UUD harus diusulkan sepertiga anggota MPR atau sebanyak 231 anggota. Perubahan bisa dilanjutkan bila disetujui 50 persen + 1 dari dua pertiga anggota MPR yang hadir dalam sidang paripurna.
Wakil rakyat asal Jawa Tengah ini memastikan perubahan UUD tidak akan merembet ke mana-mana. “Sudah dibatasi pasal yang akan diubah dan apa perubahannya. Sudah terseleksi, amandemen UUD tidak akan membuat gaduh,” ujarnya. Terkait dengan kinerja Badan Pengkajian, Bambang Sadono menjelaskan tahun 2016 adalah masa perumusan. “Tidak lagi seminar tapi lebih banyak FGD, dialog dengan partai politik dan DPD,” tuturnya.
Tb Soenmandjaja menyoroti tentang ideologi Pancasila yang menjadi salah satu tema Badan Pengkajian. Dari hasil pengkajian, Soenmandjaja mendapat pertanyaan tentang tidak tercantumnya secara eksplisit kata "Pancasila" dalam UUD. Seharusnya UUD memasukkan Pancasila sebagai ideologi negara.
“Jadi ada sesuatu yang terputus antara pidato Bung Karno 1 Juni, Piagam Jakarta 22 Juni, dan UUD 18 Agustus 1945. Dalam UUD tidak menyebut Pancasila. Kalau ada, tidak akan ada lagi yang mempermasalahkan lahirnya Pancasila,” katanya. “Bagaimana dengan generasi selanjutnya jika tidak ada ideologi Pancasila dalam UUD di tengah deras ideologi lainnya.”
Sekretaris Jenderal MPR RI Ma'ruf Cahyono menyatakan Sekretariat Jenderal MPR mendukung tugas MPR dan alat kelengkapan MPR. “Sekjen memberi fasilitas, baik sumber daya, dana, sarana dan prasarana kegiatan MPR, maupun alat kelengkapan, mulai perencanaan, monitoring, hingga output agar sampai pada masyakarakat. Peran media massa penting, jangan sampai masyarakat tidak tahu sehingga terjadi distrust dan tidak paham,” ucapnya. (*)