TEMPO.CO, Semarang - Hakim Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah, memvonis aktivis anti korupsi, Ronny Maryanto, dengan hukuman percobaan atas dakwaan pencemaran nama politisi Partai Gerindra Fadli Zon. “Terdakwa dikenai sanksi pidana hukuman 6 bulan penjara percobaan 10 bulan,” kata Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan kasus Ronny, Ahmad Dimyati saat membacakan putusan, Kamis 10 Maret 2016.
Majelis hakim menilai terdakwa terbukti bersalah menyerang kehormatan orang lain lewat tulisan di media massa. “Terdakwa bersalah menyerang kehormatan orang lain lewat tulisan media masa umum,” kata Ahmad Dimyati. Putusan hakim itu lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta agar Ronny dihukum hukuman 8 bulan penjara dengan masa percobaan 1 tahun.
Menurut hakim, Ronny melanggar Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama melalui komentarnya di sejumlah media massa, yang menyatakan Fadli Zon melakukan politik uang dengan cara memberi uang kepada pedagang dan pengemis di pasar saat berkampanye untuk pasangan Prabowo-Hatta pada Pilpres 2014 lalu.
Perbuatan terdakwa Ronny itu dinilai berimbas kepada kehormatan Fadli Zon yang merasa dirugikan. Meski dihukum, Ronny tetap bisa beraktivitas seperti biasa karena tak ditahan. “Namun apabila pada saat waktu tersebut melakukan kesalahan dipertimbangkan tindakan lain,” kata Ahmad.
Kasus menimpa Ronny yang merupakan aktivis Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) dan pengawas pemilu tingkat kecamatan itu berawal dari pernyataannya di media massa yang menyebut Fadli Zon melakukan politik uang dengan cara memberi uang kepada pedagang dan pengemis di pasar saat berkampanye untuk pasangan Prabowo-Hatta pada Pilpres 2014 lalu.
Iklan
Ronny saat itu menjelaskan kepada jurnalis di Kota Semarang yang meminta komentar atas hasil reportase yang dilakukan wartawan. Selain itu sebagai anggota pengawas pemilu tingkat kecamatan, Ronny juga melaporkan dugaan politik uang yang dilakukan Fadli Zon ke Panwaslu Semarang.
Penasihat hukum Ronny Maryanto, Dwi Saputro, menilai vonis terhadap kliennya itu tidak mencerminkan keadilan. “Nanti semoga hakim tinggi paham orang semena-mena dituntut tak sesuai tuntutan,” kata Dwi. Dia juga menilai putusan hakim akan melemahkan aktivis yang selama ini melawan praktek politik uang.
EDI FAISOL