TEMPO.CO, Luwu Timur - Aksi unjuk rasa ratusan warga yang merupakan masyarakat adat Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan masih terus berlanjut hingga hari ini, Selasa, 23 Februari 2016.
Jumlah pengunjukrasa lebih banyak dibandingkan Senin kemarin. Masyarakat adat dari Kecamatan Nuha, Towuti, dan Kecamatan Wawondula, itu memblokir jalan Trans Sulawesi. Mereka juga menyandera kendaraan operasional PT Vale Indonesia sehingga tidak bisa melintas. Puluhan karyawan perusahaan pertambangan nikel itupun tidak bisa menuju kantornya.
Para pengunjukrasa masih menyuarakan protesnya terhadap PT Vale Indonesia, seperti Senin kemarin. Mereka menuding persahaan, yang sebelumnya bernama PT Inco, itu menguasai lahan pertanian dan tanah adat, sehingga masuk dalam peta konsesi atau kawasan kontrak karya perusahaan. “Kami menuntut agar perusahaan membebaskan lahan warga,” kata koordinator aksi, Andi Baso.
Baso menegaskan, aksi unjuk rasa akan terus berlanjut sampai tuntutan masyarakat adat dipenuhi. Lahan warga yang diklaim oleh PT Vale merupakan lahan yang sudah bersertifikat. "Sebagian lagi adalah hutan adat dan hutan lindung,” ujarnya.
Puluhan anggota Kepolisian Resor Luwu Timur yang berjaga di lokasi unjuk rasa tidak dapat berbuat banyak. Warga dibiarkan terus memblokir jalan utama yang menghubungkan antar provinsi di Pulau Sulawesi itu. Kendaraan operasional dan karyawan PT Vale tetap tertahan. “Kami tetap memantau, dengan syarat tidak melakukan tindakan yang anarkistis,” ucap salah seorang petugas kepolisian.
Presiden Direktur yang juga CEO PT Vale Indonesia, Nico Kanter, memberikan tanggapan yang hampir sama seperti saat mengomentari aksi unjuk rasa Senin kemarin. Menurut dia, PT Vale sebagai perusahaan terbuka tidak pernah dan tidak akan mengambil hak pihak lain.
Sesuai amandemen Kontrak Karya PT Vale yang ditandatangani pada 17 Oktober 2014, yang merupakan hasil kesepakatan dalam renegosiasi dengan Pemerintah RI dan yang diamanatkan oleh undang-undang tentang mineral dan batu bara, PT Vale justru mengurangi luas wilayah kontrak karya di Sulawesi Selatan. “Yang terjadi sesungguhnya PT Vale justru mengurangi luasan Kontrak Karya, bukan menambah atau mengubah lokasi,” kata Nico.
Nico menjelaskan, tidak terdapat penambahan lahan baru terhadap luas wilayah kontrak karya PT Vale. Itu sebabnya ia menilai tuduhan bahwa PT Vale telah melanggar hak-hak masyarakat, tidak benar dan tidak berdasar. “Tidak benar kami telah melanggar hak-hak masyarakat, melakukan atau akan melakukan penggusuran atas properti pihak lain,” tuturnya.
Adapun tanah dan bangunan pihak lain yang berada di dalam wilayah kontrak karya PT Vale, yang telah memiliki dokumen-dokumen yang sah, tetap diakui oleh PT Vale sebagai hak milik pihak yang bersangkutan.
Dia mengatakan, alasan PT Vale untuk tetap memasukan wilayah-wilayah tersebut ke dalam cakupan wilayah kontrak karya, antara lain karena wilayah tersebut dikelilingi area tambang PT Vale untuk masa sekarang maupun rencana ke depan. Selain itu, kata Nico, “Di beberapa tempat, terdapat pula beberapa fasilitas dan sarana operasi kami dan kegiatan operasi kami melintas wilayah tersebut.”
PT Vale tetap meminta DPRD Kabupaten Luwu Timur segera memfasilitasi pertemuan dengan berbagai pihak terkait, termasuk tokoh masyarakat lainnya guna mengklarifikasi tuntutan dan tuduhan masyarakat.
HASWADI