TEMPO.CO, Yogyakarta - Setidaknya 150 aktivis yang tergabung dalam Solidaritas Perjuangan Demokrasi berdemonstrasi secara damai, memprotes kelompok intoleran di halaman samping gerai cepat saji McDonald's, Yogyakarta, Selasa sore, 23 Februari 2016. Aktivis berkumpul dan bertahan di sekitar gerai makanan itu hingga malam hari.
Mereka membawa spanduk, di antaranya bertuliskan “Sultan Jogja Darurat Intoleransi” dan “Ke Mana Rasa Aman kami”. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap kelompok intoleran yang melakukan serangkaian ancaman terhadap lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Aktivis juga jengah dengan kekerasan kelompok intoleran terhadap berbagai aktivitas demokrasi lainnya.
Mereka sedianya akan demonstrasi di Tugu. Namun, polisi yang berjaga di sekitar McDonald's melarang mereka dengan alasan keamanan. Di Tugu, ada ratusan orang dari Angkatan Muda Forum Ukhuwah Islamiyah yang menunggu aktivis pro-demokrasi. Forum Ukhuwah Islamiyah itu berdemonstrasi menolak LGBT.
Bentrok antara aktivis pro-demokrasi dan polisi terjadi mulai pukul 14.00. Ada empat kali bentrokan. Aksi saling dorong terjadi karena polisi melarang aktivis pro-demokrasi berjalan menuju Tugu, Yogyakarta. Aktivis sempat bernegosiasi dengan polisi. "Kami mempertahankan ruang demokrasi. Perlawanan terus dicoba berkali-kali, berlapis-lapis. Sedikitnya 12 orang mengalami luka ringan," kata Humas Solidaritas Perjuangan Demokrasi Jogja, Ani, di halaman samping gerai McDonald's, Selasa malam, 23 Februari 2016.
Polisi yang berjaga di sekitar gerai McDonald's hingga kini tidak banyak memberikan pernyataan ketika dimintai konfirmasi Tempo. Seorang polisi bernama Sigit hanya menanggapi dengan singkat ihwal bentrok itu. "Itu usaha kami mengamankan. Silakan tanya Pak Kapolres," katanya. Kepala Kepolisian Resor Kota Yogyakarta Komisaris Besar Prihartono Eling Lelakon tidak menjawab pesan pendek maupun panggilan telepon ketika Tempo mengkonfirmasi.
SHINTA MAHARANI