TEMPO.CO, Jakarta - Inti ajaran pendidikan kepramukaan dari Baden Powell adalah hidup dan mati seseorang dalam kondisi bahagia. "Ada empat syarat hidup bahagia versi Baden Powell," kata Suyatno, guru besar dari Universitas Negeri Surabaya, pada Senin, 22 Februari 2016.
Keempatnya adalah happiness (bergembira, suka, rela, ikhlas, dan bersyukur), healthy (sehat, lincah, dinamis), handicraft (berkarya, produktif, ada hasil, kreatif, dan inovatif), dan helpful (menolong, cinta lingkungan, bersaudara, dan setia).
Pernyataan itu disampaikan Suyatno untuk menyambut Hari Baden Powell ke-159 pada hari ini. Robert Stephenson Smyth Baden-Powell yang lahir 22 Februari 1857 di London, Inggris, adalah pendiri Organisasi Kepanduan Dunia.
BP atau Bipi--panggilan Baden Powell--adalah pensiunan letnan jenderal angkatan bersenjata Britania Raya. Setelah pensiun pada usia 52 tahun, dia mengabdikan diri untuk remaja di Inggris dan negara lain.
Organisasi Kepanduan Dunia yang berdiri pada 1909 saat ini memiliki 38 juta anggota di 217 negara dan teritori. Di Indonesia, sekitar 17 juta orang menjadi anggotanya.
Pesan Baden Powell sebelum wafat di Kenya, Afrika, pada 8 Januari 1941 adalah, "The real way to get happiness is by giving out happiness to other people."
Menurut Suyatno, syarat hidup dari ajaran Baden Powell harus muncul pascapendidikan kepramukaan. Saat pendidikan usia 7-25 tahun, sang anak diarahkan ke pencapaian tujuan pendidikan, yakni karakter, kebangsaan, dan kecakapan, agar senantiasa dapat empat kebahagiaan hidup tersebut.
Ujungnya, ucap Suyatno, dia dapat hidup bahagia. "Jadi kemah, sandi, jelajah, dan sebagainya hanyalah teknik yang berisi makna untuk mencapai tujuan," ujar pembina pramuka di Surabaya dan penulis buku Metode Kepramukaan dan Terampil Kepramukaan tersebut.
Suyatno menjelaskan, yang dilakukan Baden Powell saat itu merupakan terobosan baru untuk mengatasi kerusakan moral para remaja dan pemuda di Inggris. Saat itu pada 1900-an, Kota London berpenduduk sekitar 6 juta.
Teori belajar sambil berbuat sudah ditulis John Dewey. Baden Powell sedikit banyak terpengaruh teori Dewey. Lalu, tutur Suyatno, BP berani membuktikan dengan mempraktekkan langsung sesuai dengan isi buku yang ditulisnya, yakni Scouting for Boys.
Pada 1907, BP mengajak 21 remaja Inggris dari berbagai sekolah untuk berkemah selama satu minggu di Pulau Bronies. Metode yang diterapkan dalam perkemahan itu adalah memberikan kesempatan kepada para remaja dan pemuda tersebut mengatur kelompok mereka sendiri dengan membentuk kelompok kecil dan memilih salah satu anggota kelompok sebagai pemimpin.
Menurut Wakil Ketua Kwarda Pramuka Jawa Timur Bidang Humas itu, BP berani membuktikan bahwa masalah moral anak harus diatasi melalui praktek langsung di alam bebas yang dibungkus dengan permainan.
"Jadi bukan permainan yang mengandung pendidikan, melainkan pendidikan yang dimainkan melalui cara bermain agar sesuai dengan jiwa anak muda," kata Suyatno, yang menjadi anggota Pramuka sejak usia SD hingga menjadi pengurus Dewan Kerja Penegak dan Pandega Jawa Timur pada akhir 1980-an.
UNTUNG WIDYANTO