TEMPO.CO, Bogor - Sebanyak 40 orang dari sembilan keluarga eks anggota Gafatar dari Kalimantan asal Kabupaten Bogor dipulangkan. Sebelumnya, mereka sempat ditampung di kantor Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat untuk didata dan dibina oleh MUI.
Penjemputan puluhan warga Kabupaten Bogor eks anggota Gafatar itu dikawal ketat puluhan petugas Kepolisian Resor Bogor, langsung ditampung sementara di Balai Kesejahteraan Sosial, Kecamatan Citereup, Kabupaten Bogor. "Sebelum dikembalikan ke keluarganya masing-masing, mereka akan mendapatkan pemahaman akidah dari petugas MUI agar kembali pada ajaran Islam," kata Bupati Bogor Nurhayanti, Senin, 1 Februari 2016.
Selama berada di penampungan sementara, 40 orang eks anggota Gafatar, yang berasal dari berbagai daerah, yakni Kecamatan Cibinong, Ciseeng, dan Bojonggede, semua kebutuhanya akan dipenuhi karena tidak memiliki mata pencaharian. "Setelah dilakukan verifikasi oleh petugas kecamatan, ternyata mereka sudah tidak punya tempat tinggal, rumahnya sudah dijual saat akan berangkat ke Kalimantan," kata Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Bogor Yos Sudrajat.
Pemkab Bogor menjamin semua kebutuhan dan memberikan hak pendidikan untuk anak-anak. "Kami tidak bisa memberikan batas waktu sampai kapan mereka tinggal di penampungan karena mereka ini merupakan korban bencana sosial," kata Nurhayati.
Selama tinggal di Balai Kesejahteraan Sosial, mereka akan mendapat pendampingan psikologi karena umumnya menderita dampak psikososial, seperti dispersonal dan traumatik, "kita pulihkan dulu psikologis agar tidak trauma," ujar Yos.
Sementara itu, petugas BKS Kabupaten Bogor Tatang Haris Jainudin mengatakan puluhan orang ditempatkan di kamar-kamar, yang di dalamnya terdapat 60 kasur dengan spesifikasi kamar khusus putra-putri dan lansia. "Di sini juga ada ruang bermain, ruang ibadah, kamar mandi, ruang berkumpul, ruang makan dan dapur, serta ruang khusus ibu dan anak," ucapnya.
Menurut Haris, setelah tinggal semalam, para warga akan menjalani assessment sampai pagi. Pemkab pun harus berkoordinasi dengan kepala desa asal agar bisa mengembalikan warga ke lingkungan asal. "Sementara ini kami hanya melakukan pendekatan secara emosional dan siap-siap tenaga dokter dan perawat agar stand by."
Sementara itu, pendampingan dan pengarahan spiritual oleh petugas MUI belum perlu dilakukan. Sebab, jika dipaksakan, dikhawatirkan akan menimbulkan dampak lain. "Pemahaman yang dilakukan oleh MUI lebih baik tidak terlalu dipaksakan karena mereka punya pemahaman kuat dengan organisasinya dulu," katanya.
M SIDIK PERMANA