TEMPO.CO, Yogyakarta - Direktur Eksekutif Yayasan Satu Dunia Firdaus Cahyadi mengatakan draf revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang saat ini sedang dibahas pemerintah bersama DPR masih mempertahankan pasal karet dan pencemaran nama baik.
Menurut Firdaus, beleid tersebut masih rentan dengan diskriminasi. Ia mencatat terjadi 2 kasus pelanggaran pada tahun 2008, dan 62 pada tahun 2015. “Perkembangannya sangat signifikan,” katanya dalam sebuah dialog di Yogyakarta, Selasa, 26 Januari 2016.
Direktur Eksekutif Pemantau Regulasi dan Regulator Media PR2Media Amir Effendi Siregar mengatakan saat ini tidak ada langkah yang cukup serius untuk menindaklanjuti sejumlah pelanggaran yang terjadi di industri penyiaran. "Sudah ditegur-tegur, tapi action-nya apa?" ungkapnya.
Amir berharap ke depannya pemerintah melalui Komisi Penyiaran Indonesia dan Kementerian Komunikasi dan Informatika lebih memfokuskan pada aspek penegakan hukum penyiaran. Saat ini peraturan terhadap media massa lebih banyak dipegang oleh Kementerian, sedangkan KPI lebih banyak mengatur tentang isi penyiaran. "Sekarang ini keduanya dikeluarkan oleh pemerintah (Kementerian Komunikasi dan Informatika)," katanya.
Firdaus mengatakan revisi UU ITE sudah dilakukan sejak tahun lalu. Namun, hingga kini, ia melihat tidak ada tindakan yang jelas dari pemerintah. “Lambannya Keminfo dalam merevisi UU itu karena banyak ancaman yang datang dari luar,” ungkapnya.
Firdaus meminta pemerintah memasukkan aturan untuk melindungi hal-hal yang bersifat pribadi terhadap pengguna teknologi informasi. “Harusnya UU ITE mengatur itu, bukan hanya pencemaran nama baik saja.” Ia juga menyayangkan draf RUU ITE saat ini yang hanya mengurangi masa hukuman dari 6 tahun menjadi 4 tahun sebagaimana yang tertuang dalam pasal 27 ayat 3.
Sementara itu, peneliti PR2Media, Wisnu Martha Adiputra, menyatakan UU ITE yang tertuang dalam pasal 27 ayat 3 tersebut membuat masyarakat terkekang dalam menyampaikan opini dan ekspresinya. Persoalan lain, kata Wisnu, adalah perlindungan bagi pengguna teknologi informasi dalam melakukan transaksi via Internet. “Masyarakat yang menggunakan Internet masih belum terlindungi,” ungkapnya.
Wisnu mengatakan selama ini banyak kasus penipuan dan tidak adanya jaminan keamanan bagi pengguna Internet. Ia juga berharap pemerintah untuk lebih dalam mengelola UU ITE. “Penentuan pembatasan kritik dan opini harus jelas,” ucapnya.
BAYU SAKTIONO