TEMPO.CO, Yogyakarta - Dinas Sosial Tenaga Kerja Kabupaten Gunungkidul pertengahan pekan ini resmi menghentikan bantuan dropping air bersih kepada warga setelah meratanya curah hujan.
“Awal pekan ini, kami kumpulkan seluruh camat dari 18 wilayah diperoleh kesimpulan pasti suplai air warga sudah terpenuhi, sehingga dropping langsung kami hentikan,” ujar Kepala Dinas Sosial tenaga Kerja Gunungkidul, Dwi Warna Widi Nugraha, kepada Tempo, Jumat, 18 Desember 2015.
Dwi menuturkan, tahun ini menjadi tahun terburuk selama lima periode musim kemarau karena penghujan baru merata hingga awal Desember. Pengeluaran untuk dropping pun membengkakkan anggaran.
“Jika tahun-tahun sebelumnya saat kemarau sedia Rp 500 juta cukup untuk dropping, tahun ini kami habiskan Rp 750 juta,” ujar Dwi.
Dana lebih besar digelontorkan meskipun bantuan swasta dan Pemerintah DIY terus berdatangan. Sebab, saat kemarau yang berlangsung hampir enam bulan penuh itu membuat sedikitnya 115 dari 144 desa d Gunungkidul kekeringan cukup parah.
Kepastian ketersediaan air bersih ini sendiri dilakukan selama dua pekan awal Desember hingga pertengahan. Warga petani juga mulai masa tanam padi di beberapa wilayah baik utara, tengah, maupun selatan Gunungkidul.
“Petani sudah memulai masa tanam, kebutuhan air bersih untuk rumah tangga juga sudah tak ada masalah,” ujar Dwi.
Anggota Tim Reaksi Cepat Badan Penanggulangan Bencana Daerah Gunungkidul Suharto menuturkan, bantuan air memang sudah dihentikan sejak awal pekan ini karena tak ada lagi permintaan dari masyarakat.
“Sekarang saatnya mewaspadai ancaman longsor, terutama dari tebing-tebing yang merekah lebih lebar saat panas kemarau lalu,” ujar Suharto.
Ancaman longsor sudah dimulai di beberapa titik Gunungkidul bagian utara awal Desember ini. BPBD pun mulai bergerak rutin melakukan pemantauan di sejumlah kecamatan zona merah atau paling rawan itu setiap hari.
PRIBADI WICAKSONO