TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise mengatakan tahun 2015 menjadi darurat kekerasan seksual terhadap anak. Kasus-kasus bermunculan karena kesadaran masyarakat meningkat sehingga mereka berani melaporkan kasus-kasus tersebut.
Menurut Yohana, kekerasan seksual pada anak di masa lalu dianggap hal yang biasa dan tersembunyi. Saat itu masyarakat tidak berani melapor karena dirasakan sebagai aib keluarga.
"Di mana-mana hal ini terjadi, tapi tersembunyi dan tidak dilaporkan," kata Yohana di Hotel Ciputra, Jakarta, Selasa, 15 Desember 2015. Selain itu, kata Yohana, belum banyak warga memahami Undang-Undang Perlindungan Anak.
Sekarang semuanya sudah berbeda. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya memberi perlindungan terhadap anak sudah tumbuh. Karena itu, mereka tidak ragu untuk melapor. Imbasnya, jumlah kasus yang dilaporkan meningkat secara signifikan pada 2015.
Secara internasional, kata Yohana, indikator darurat kekerasan seksual pada anak masih belum jelas. Di Indonesia sendiri, setiap tahun terjadi 2.000-3.000 kekerasan terhadap anak dengan mayoritas kekerasan fisik. "Sexual violence-nya justru sedikit," ujarnya.
Menurut Yohana, untuk 2016, Kementerian PPPA sudah menyiapkan langkah guna mengurangi kekerasan seksual pada anak. Salah satunya dengan menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informatika agar berfokus menutup situs-situs pornografi. "Para predator yang saya temui di penjara mengaku terpengaruh dari situs-situs tersebut," ucapnya.
AHMAD FAIZ