TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha Muhammad Syarkawi Rauf mengatakan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah agar harga obat di Indonesia bisa ditekan. Menurut Syarkawi, saat ini harga obat di Indonesia menjadi salah satu yang termahal di Asia Tenggara.
Langkah pertama adalah mendata sejumlah regulasi pemerintah yang bisa menjadi acuan industri farmasi untuk menurunkan harga obat. “Kita juga sebenarnya bisa memanfaatkan fleksibilitas yang diberikan oleh WTO dalam bentuk TRIPS (Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights),” kata Syarkawi di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin, 14 Desember 2015.
Instrumen kebijakan ini, menurut Syarkawi, memungkinkan pemerintah suatu negara memproduksi obat paten lebih murah berdasarkan kepentingan nasional. Beberapa negara yang telah memanfaatkan fasilitas ini antara lain, India, Cina, dan Thailand.
Syarkawi mengatakan, Indonesia sebenarnya sudah pernah memanfaatkan TRIPS flexibility pada tahun 2002. Namun saat itu penggunaannya hanya sebatas untuk penyakit HIV AIDS dan Hepatitis.
Selain itu, menurut Syarkawi, diperlukan perubahan regulasi. Selama ini dia menilai pengelompokan jenis obat cukup rumit. Di Indonesia sendiri saat ini ada tiga jenis obat, yaitu paten, generik, dan generik bermerek. Padahal seharusnya hanya ada dua, yaitu paten dan generik. “Tapi di Indonesia ada lagi, yaitu generik bermerek,” tuturnya. “Padahal obat yang masa patennya sudah habis seharusnya otomatis menjadi obat generik, bukan malah diklasifikasikan sebagai jenis generik bermerek.”
FAIZ NASHRILLAH