TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla khawatir pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menyebabkan Indonesia mengalami krisis insinyur. Musababnya, insinyur lulusan universitas terbaik di Indonesia akan mencari pekerjaan di negara ASEAN lain yang gajinya lebih layak.
"Teorinya sangat sederhana. Tren profesi itu bergerak dari negara yang penghasilan atau gajinya rendah ke tinggi, bukan sebaliknya," kata Kalla pada “Kongres Persatuan Insinyur Indonesia” di Jakarta Pusat, Jumat, 11 Desember 2015. "Justru yang saya khawatirkan terjadi branding insinyur kita ke negara lain."
Kalla mengatakan tingkat pengupahan Indonesia untuk profesi insinyur sangar rendah dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura. Karena itu, ketika MEA nanti, tidak akan ada insinyur Singapura atau Malaysia yang mencari kerja di Indonesia.
"Tentu, insinyur Singapura tidak akan ke sini, Malaysia tidak akan ke sini. Bagaimana, gaji mereka katakanlah insinyur muda dibayar Rp 25 juta, kalau di sini hanya Rp 5 juta, bagaimana dia mau ke sini, kan? Pasti tidak," ujar Kalla. "Ya, akan terjadilah insinyur kita ke Malaysia dan Singapura. Sebab, pergerakan itu kemungkinannya di dua negara tersebut."
Kalla mengatakan Indonesia akan bisa bersaing dengan negara berkembang di kawasan, seperti Thailand, Laos, Vietnam, dan Kamboja. Yang artinya, insinyur dari negara-negara itu bakal banjir ke Indonesia untuk bekerja. Sebaliknya, insinyur Indonesia bisa bekerja di Singapura, Brunei Darussalam, dan Malaysia.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan berlaku per 31 Desember 2015 akan mengintegrasikan lebih dari 600 juta orang dengan pendapatan nasional bruto sebesar US$ 2,4 triliun. Tak pelak lagi, konsekuensi dari adanya MEA ini adalah bebasnya aliran produk, modal, jasa, dan tenaga kerja di antara negara anggota ASEAN.
Hilangnya batas-batas di antara negara anggota MEA akan membuat pelaku ekonomi memperoleh faktor-faktor produksi sekaligus bisa semakin luas memasarkan hasil produksi. Ada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi akan bergerak lebih cepat, meskipun dengan konsekuensi ketimpangan ekonomi di antara anggota MEA akan semakin melebar. Sebab, negara kuat akan mengambil porsi banyak dibanding negara yang lemah.
REZA ADITYA