TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi meminta revisi beleid KPK hanya berfokus pada empat hal. Ia menjamin pemerintah akan mengawal revisi itu agar pembahasan tak melebar.
"Itu sebenarnya berpulang ke konsep awal waktu pembentukan KPK," ucap Luhut di kantornya, Senin, 30 Desember 2015.
Empat poin tersebut adalah pembentukan Dewan Pengawas KPK, surat perintah penghentian penyidikan bagi yang meninggal atau terkena stroke, aturan tentang penyidik independen, dan soal penyadapan.
"Penyadapan yang diatur oleh mekanisme di KPK, bukan oleh pengadilan," ujar Luhut.
Sebelumnya, Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat mengadakan rapat dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly untuk membahas dua rancangan undang-undang krusial, yakni RUU KPK dan RUU Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak. Dalam rapat tersebut diperoleh kesepakatan bahwa pemerintah akan mengusulkan RUU Pengampunan Pajak dan DPR akan mengusulkan RUU KPK. Kedua RUU akan dibahas dalam Prolegnas Prioritas 2015.
Baleg menyetujui "barter" dengan pemerintah melalui Menteri Yasonna Laoly untuk mengusulkan RUU KPK sebagai RUU inisiatif DPR 2015. Baleg dan Menteri Yasonna juga menyetujui RUU Tax Amnesty sebagai RUU inisiatif pemerintah.
Awal Oktober lalu, DPR sempat membuat heboh publik dengan usul revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dalam usul tersebut, terdapat beberapa pasal yang justru akan melemahkan kedudukan lembaga antirasuah. Di antaranya pembatasan usia KPK yang hanya 12 tahun, penyadapan harus melalui izin jaksa, dan menangani kasus korupsi di bawah Rp 50 miliar.
Saat itu Presiden Joko Widodo menuturkan pemerintah urung merevisi beleid KPK tahun ini. Alasannya, pemerintah fokus pada pertumbuhan ekonomi. Nyatanya, RUU KPK berhasil masuk Prolegnas Prioritas 2015.
TIKA PRIMANDARI
Baca juga
Tiga Hal Ini yang Bikin Ketua DPR Setya Novanto Sulit Ditolong!
Penjara Dijaga Buaya: Kenapa Bandar Narkotik Tak Akan Takut?