TEMPO.CO, Makassar - Anti Corruption Committee Sulawesi Selatan meminta majelis hakim kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tidak membebaskan bekas legislator DPRD Sulawesi Selatan Muhammad Adil Patu dari jeratan hukum.
"Kami menilai fakta persidangan membuktikan Adil bersalah," kata Wakil Ketua ACC Abdul Kadir Wokanubun pada Ahad, 29 November.
Kadir menuturkan, dari fakta dalam persidangan, terlihat jelas bahwa bekas Ketua Partai Demokrasi Kebangsaan Sulawesi Selatan itu terbukti menerima uang hasil kejahatan. Terdakwa lainnya, bekas legislator DPRD Makassar Mujiburrahman dan politikus Partai Golkar Abdul Kahar Gani selaku penerima dana bansos, juga telah menerangkan keterlibatan Adil di bawah sumpah.
Kadir berharap, tidak ada lagi terpidana korupsi yang divonis bebas. Sebelumnya, legislator DPRD Makassar Mustagfir Sabry divonis bebas dari segala jeratan hukum. "Kami yakin hakim akan memutus perkara itu dengan adil."
Jaksa penuntut umum menuntut Adil selama 4 tahun bui, denda Rp 100 juta, subsider 5 bulan kurungan. Adil dijerat Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dia dinilai menyalahgunakan kedudukannya, baik sebagai anggota dewan maupun sebagai Ketua Partai Demokrasi Kebangsaan Sulawesi Selatan, untuk memperkaya diri sendiri menggunakan dana bantuan sosial.
Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis mengatakan, jadwal sidang putusan Adil akan digelar pada Senin, 30 November 2015. Dia menjamin putusan yang dijatuhkan akan sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan. "Kami masih menyusun materi putusan, diupayakan bisa dibacakan besok," kata Damis kepada Tempo pada Ahad.
Jaksa penuntut umum Abdul Rasyid menilai, seluruh bukti yang terungkap di persidangan telah menguatkan kesalahan Adil dalam kasus itu. Adil mengarahkan Mujiburrahman dan Kahar, yang telah divonis 1 tahun bui, untuk mengurus dana bansos. Duit Rp 1,4 miliar pada 2008 yang diterima keduanya juga diterima oleh Adil.
Adil pun yang memanfaatkan jabatannya sebagai legislator telah mengintervensi pemerintah dalam hal Kepala Sub-Anggaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Nurlina, agar pencairan dana bansos itu dipermudah. Padahal lembaga pemohon yang digunakan Mujiburrahman dan Kahar tidak memiliki legalitas yang jelas atau fiktif. "Kami serahkan sepenuhnya kepada hakim untuk menilai," ujar Rasyid.
Pengacara Adil, Yusuf Gunco, justru menilai Adil tidak bersalah. "Kami yakin klien kami akan dibebaskan," ujar Yusuf. Dia mengatakan jaksa terlalu memaksakan Adil agar terseret di kasus ini padahal alat buktinya tidak cukup.
Jaksa, kata dia, hanya mengacu pada keterangan saksi tanpa menyertai bukti-bukti lain. Yusuf beranggapan, keterangan saksi tersebut juga telah dimentahkan pihaknya dalam persidangan. Saat penyerahan uang bansos yang diterima Mujiburrahman dan Kahar, Adil sedang tidak berada di Makassar. Hal itu dibuktikan dengan adanya surat perintah perjalanan dinas.
Kasus ini mulai diusut setelah BPK merilis sebanyak 202 lembaga penerima dana bansos yang ternyata fiktif. Dana Rp 8,8 miliar untuk lembaga tersebut dipastikan telah merugikan negara. BPK juga menemukan Rp 26 miliar dana bansos tidak jelas pertanggungjawabannya.
AKBAR HADI