TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch menilai Rancangan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan RUU Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak yang diajukan dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2015 tidak masuk akal.
“Sebab, sebelumnya katakan enggak niat revisi, tapi tiba-tiba nyelonong lagi,” kata Emerson Yuntho, koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, kepada Tempo, Sabtu, 28 November 2015.
Menurut Emerson, revisi UU KPK memiliki kaitan dengan proses seleksi calon pemimpin KPK. Revisi UU Pengampunan Pajak, ucap dia, juga menjadi persoalan.
“Beberapa orang menganggap menguntungkan koruptor dan pengemplang pajak,” ujarnya. “Tapi juga menguntungkan pemerintah.”
Hal inilah yang, menurut Emerson, menimbulkan kubu yang pro dan kontra serta membuat prosesnya saling sandera. Ia juga menilai ada skenario yang membuat dua RUU tersebut diajukan bersamaan.
“Misal, partai A pendukung revisi UU KPK belum tentu dukung revisi UU Pengampunan Pajak. Jadi ya sudah, dua-duanya dibahas,” tuturnya.
Emerson juga menganggap pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat melakukan barter usulan revisi UU. DPR mengusulkan RUU Tax Amnesty menjadi RUU yang diusulkan pemerintah. Sedangkan pemerintah, yang awalnya mengusulkan RUU KPK, menyetujui RUU tersebut menjadi usulan DPR.
“Dikhawatirkan ada kepentingan dalam RUU Tax Amnesty karena background anggota Dewan sebagai pengusaha,” kata Emerson.
FRISKI RIANA