TEMPO.CO, Banyuwangi - Jumlah penumpang kereta Surabaya-Banyuwangi di Jawa Timur melonjak dalam beberapa hari terakhir. Moda kereta di jalur itu menampung limpahan penumpang akibat penutupan bandara di Banyuwangi dan Bandara Ngurah Rai di Denpasar, Bali, karena erupsi Gunung Barujari, anak Gunung Rinjani, di Nusa Tenggara Barat.
Penjabat Humas PT Kereta Api Daerah Operasional IX Jember Eko Sri Mulyanto mengatakan peningkatan jumlah penumpang tersebut terjadi sejak Rabu, 4 November 2015. "Lonjakan jumlah penumpang tertinggi dialami untuk kereta kelas eksekutif dan bisnis, yakni KA Mutiara Timur Pagi dan KA Mutiara Timur Malam," katanya, Kamis, 5 November 2015.
Eko menjelaskan, pada hari normal, angka penjualan tiket kedua jenis kereta tersebut sebesar 80-85 persen.“Tapi, sejak kemarin, 100 persen tiket terjual,” ucapnya.
Menurut Eko, untuk menampung banyaknya penumpang tersebut, PT KAI bahkan sampai menambah satu gerbong kelas eksekutif, baik dari Banyuwangi maupun dari Surabaya. Penambahan gerbong itu, kata dia, dilakukan karena penumpang lebih meminati kelas eksekutif dengan harga tiket Rp 150-200 ribu per orang.
Penambahan ini membuat KA Mutiara Timur menambah empat gerbong, yang biasanya membawa tiga gerbong kelas eksekutif. Sedangkan kelas bisnis tetap tiga gerbong.
Kereta api memang menjadi pilihan utama warga setelah Bandara Blimbingsari, Banyuwangi, ditutup pada Rabu kemarin. Muhammad Idrus, calon penumpang pesawat maskapai Wings Air, misalnya. Dia mengatakan beralih menggunakan kereta untuk menuju Surabaya setelah menerima informasi tentang pembatalan penerbangan. "Dari Surabaya nanti pakai pesawat ke Jakarta," katanya.
Bandara Blimbingsari awalnya ditutup hingga Jumat, 6 November 2015. Namun, belakangan, dinyatakan dibuka kembali hari ini pada pukul 11.00 WIB. Namun dua maskapai komersial, yakni Garuda Indonesia dan Wings Air, sudah telanjur mengumumkan penutupan bandara kepada para calon penumpangnya.
IKA NINGTYAS