TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat media sosial, Nukman Luthfie, mengatakan surat edaran dari kepolisian perihal penanganan ujaran kebencian bukan sesuatu yang baru dan tidak berpengaruh terhadap interaksi di media sosial. “Sama sekali enggak ada batasan di media sosial karena surat edaran itu,” kata Nukman saat dihubungi Tempo pada Selasa, 3 November 2015.
Nukman menegaskan bahwa surat edaran tersebut hanya untuk internal di kepolisian. Surat edaran itu, kata dia, lebih untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa ada aturan yang melarang untuk menebar kebencian dan fitnah dalam kehidupan sehari-hari. Ia menilai agar jangan ada tindak pelecehan dan pelanggaran hukum bagi sesama warga negara.
Hampir semua akun media sosial, ujar Nukman, sudah memiliki peraturan tertulis yang tidak menoleransi segala bentuk pelecehan, baik terhadap agama, ras, maupun disabilitas. Meskipun ada kebebasan berinteraksi, tetap ada batasan. “Kalau ada akun yang melakukan itu, setelah dilaporkan, maka akun tersebut bisa langsung ditutup,” ujarnya.
Media sosial bagi Nukman merupakan ruang publik yang memiliki dua konsekuensi, yaitu sosial dan hukum. Seseorang bisa saja dipidanakan ketika mengajak orang lain di media sosial untuk, misalnya, membakar masjid atau membunuh seseorang. Namun seseorang bisa juga terkena hukuman sosial, yaitu dirisak, ketika memberikan pernyataan tidak pantas di media sosial. “Kalau mau melanggar norma tidak apa-apa, asal nanti konsekuensinya di-bully secara sosial, seperti dikucilkan,” tutur Nukman.
Nukman menilai hal yang lebih penting di kubu kepolisian saat ini adalah bukan mengurusi pengaduan-pengaduan personal, seperti pelecehan nama baik. Namun kepolisian harus memprioritaskan pada upaya pencegahan penyebaran-penyebaran isu agama, ras, maupun suku yang memicu adanya konflik di masyarakat.
DANANG FIRMANTO