TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan akan mengajukan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Izin Pembukaan Lahan Dengan Cara Dibakar. Walaupun dalam beleid itu terdapat batasan luas lahan yang boleh dibakar, dampak kabut asap yang dirasakan cukup luas.
"Yang diizinkan dibakar memang 2 hektare, tapi dampak kebakarannya pasti lebih luas," kata Kalla di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa, 27 Oktober 2015. Sebelum melakukan revisi undang-undang, menurut dia, pemerintah berencana bertemu dengan para ahli dan masyarakat setempat. Pertemuan itu bermaksud untuk meminta masukan dari mereka.
Adapun langkah jangka panjang yang akan dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengubah lingkungan hidrologinya. Perubahan lingkungan hidrologi bisa dilakukan dengan membatasi izin perkebunan.
Kalla bahkan mengakui pemerintah melakukan kesalahan dengan terlalu banyak memberikan izin perkebunan. "Karena itu, kita harus kembalikan dan menghukum siapa yang mengubah itu. Pastikan ada amdalnya, siapa yang tidak sesuai harus dihukum," ucapnya.
Dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup memang disebutkan, masyarakat bisa melakukan pembakaran hutan untuk membuka lahan. Namun luasan lahan dibatasi hanya 2 hektare per kepala keluarga.
Sebelumnya, Ormas Projo pun meminta pemerintah daerah tak berpangku tangan di tengah upaya keras pemerintah memadamkan kebakaran dan menghalau kabut asap. Salah satu hal penting yang mesti segera dilakukan oleh pemerintah daerah adalah merevisi aturan yang memperbolehkan masyarakat membakar lahan. Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi mencontohkan, Pemerintah Provinsi Riau dan Kalimantan Barat masih memiliki peraturan daerah pembakaran lahan itu.
FAIZ NASHRILLAH