TEMPO.CO, Bantul - Meski hanya anak seorang buruh cuci, Satya Candra Wibawa Sakti, 29 tahun, mampu berkuliah hingga jenjang strata tiga di Universitas Hokkaido, Jepang. Sebelumnya, Satya mengenyam bangku kuliah S1 Kimia di Universitas Negeri Yogyakarta dan S2 Kimia di Universitas Gadjah Mada. Latar belakang keluarganya yang kurang mampu dalam hal ekonomi tidak mematahkan semangat dan niatnya untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya.
Adalah Yuniati, 49 tahun, yang senantiasa memberi semangat kepada Satya. Yuniati mengaku menyekolahkan kedua anaknya, Satya Candra Wibawa Sakti, dan adiknya, Oktaviana Rahma Cahyani, dengan cara meminjam uang kepada rentenir.
Yuniati tidak meminjam ke bank karena tidak memiliki syarat atau jaminan ketika meminjam. Walhasil, jalan satu-satunya adalah meminjam kepada rentenir dengan bunga tinggi. Menurut Yuniati, ada rentenir yang menerapkan bunga tinggi, ada juga yang rendah. Untuk meminjam uang Rp 1 juta, ada yang menerapkan bunga Rp 100 ribu per bulan.
Adapun seluruh kebutuhan kuliah diploma keperawatan untuk Oktaviana diambil dari pinjaman rentenir dengan jangka tiga tahun, dan sampai sekarang belum lunas. Sedangkan Satya sudah menerima beasiswa sejak duduk di bangku SMP.
Saat masuk SMP 1 BOPKRI Lempuyangan, Satya membayar keperluan sekolahnya hanya pada semester awal. Namun, setelah pembagian rapor, Satya mendapat peringkat pertama dari bangku SMP hingga masuk SMAN 1 Jetis, Bantul. Ia juga selalu memperoleh beasiswa.
“Makanya saya kasih tahu untuk belajar lagi biar besok bebas biaya. Ternyata juara satu lagi dan bebas lagi sampai selesai,” kata Yuniati saat ditemui Tempo di rumahnya di Ketandan Kulon, Imogiri, kemarin.
Saat awal-awal masuk kuliah, dengan bersepeda ontel, Satya harus menempuh perjalanan dari Imogiri ke UNY, yang memakan waktu kurang-lebih satu jam. Namun hal itu tidak berlangsung lama karena jadwal kuliah dan praktikumnya sangat padat, sehingga Satya beralih menggunakan bus. “Saya naik sepedanya pas awal saja, naik ontel pit onta itu,” kata Satya.
Saat di bangku kuliah S1 dan S2, Satya sering bergabung dengan grup penelitian bersama dosen. Penelitian Satya pada jenjang S2 mengharuskannya pergi ke Jepang untuk magang selama enam bulan. Saat penelitian di Jepang inilah Satya mempelajari bahasa Jepang pada pagi hari dan mengerjakan penelitian dari siang sampai malam hari. “Saya belajar bahasa Jepang secara otodidak,” kata Satya.
Setelah lulus S2, Satya mendapatkan beasiswa S3 di Jepang dari Direktorat Perguruan Tinggi atas rekomendasi dari UNY. Dua pekan ini, setelah pulang dari Jepang, Satya sedang mengurus administrasi untuk mengajar di UNY. “Saya dapat beasiswa berkat rekomendasi UNY,” katanya.
ANISATUL UMMAH