TEMPO.CO, Yogyakarta—Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mencatat sedikitnya ada sepuluh warga meninggal dunia akibat terserang penyakit demam berdarah sepanjang Januari hingga akhir Oktober 2015 ini. Sementara itu, tercatat adanya 890 kasus demam berdarah dengan sebaran merata di wilayah Kota Yogyakarta hingga Oktober tahun ini.
“Belum termasuk kategori kejadian luar biasa, tapi memang perlu perhatian khusus untuk mencegah terjadinya siklus lima tahunan,” ujar Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Endang Sri Rahayu, Jumat, 23 Oktober 2015.
Para warga yang meninggal dunia akibat demam berdarah, kata Endang, rata-rata merupakan anak-anak dengan rentang usia 6-10 tahun serta sebagian kecil orang dewasa. Warga yang meninggal tersebar seperti di Kecamatan Gedongtengen, Mantrijeron, Gondokusuman, Umbulharjo, dan Tegalrejo.
Demam berdarah ini diduga marak muncul seiring musim kemarau panjang yang terjadi belakangan terakhir yang disertai dengan pola hidup bersih masyarakat terutama dalam upaya pemberantasan sarang nyamuk. Pemerintah berupaya agar fenomena siklus lima tahunan, masa ketika kasus meningkat tajam, tak sampai terjadi tahun ini. Siklus lima tahunan sendiri menjadi momok karena kasus biasanya melonjak tinggi.
Pada 2010, jumlah kasus demam berdarah mencapai 1517 (korban meninggal 6), 2011 jumlah kasus 460 (meninggal 2), 2013 ada 908 kasus (meninggal 7), dan 2014 kasus 418 (meninggal 3). “Untuk mengantisipasi siklus lima tahunan ini kami sudah instruksikan seluruh petugas baik di puskesmas dan surveillance agar lebih greteh (aktif) mengantisipasi di lapangan,” ujar Endang.
Penyebab demam berdarah, virus dengue, memiliki tingkatan serotipe seperti DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. “Saat ini virus di Yogya diketahui pada level Den 2, sehingga statusnya tetap perlu waspada dengan rutin melakukan pemberantasan sarang dengan lebih maksimal dan jangan terlambat untuk pengobatan,” ujar Koordinator District Surveillance Officer Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Rubangi.
PRIBADI WICAKSONO