TEMPO.CO, New York - Wakil Presiden Jusuf Kalla ingin negara-negara kawasan selatan global, atau dikenal dengan kerja sama selatan-selatan, memiliki semangat untuk merevitalisasi kemitraan strategis Asia-Afrika. Kerja sama itu sekaligus menjawab pelbagai permasalahan sejumlah negara.
”Ini untuk menjawab ketidakpastian kondisi perekonomian dunia, melebarnya jurang pembangunan, kelangkaan sumber energi, pangan, perubahan iklim, dan ancaman radikalisme,” kata Kalla dalam pidato di High-Level Roundtable on South-South Cooperation di New York, Amerika Serikat, sebagaimana keterangan pers yang diterima Tempo, Minggu, 27 September 2015.
Pertemuan kerja sama selatan-selatan atau KSS dihadiri 18 negara dan sembilan organisasi yang dipandang aktif mengusung kerja sama ini, termasuk Indonesia. Menurut Kalla, KSS sebelumnya menjadi simbol kebangkitan kerja sama dalam menghadapi kolonialisme, imperialisme, dan situasi perang dingin. Namun, saat ini kerja sama tersebut harus mengikuti perkembangan dunia.
Kerja sama Selatan-Selatan merupakan istilah historis yang digunakan para pembuat kebijakan dan akademisi untuk menggambarkan pertukaran sumber daya, teknologi, dan pengetahuan antara negara-negara berkembang yang juga dikenal sebagai negara-negara selatan global. Istilah ini pertama kali muncul pada 1978. Ketika itu Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk unit untuk kerja sama selatan-selatan yang bertujuan untuk mempromosikan perdagangan selatan-selatan dan kolaborasi dalam unit tersebut.
Kalla menekankan perlunya penguatan kerja sama ekonomi di bidang perdagangan dan investasi antarnegara berkembang. ”Negara-negara harus didorong untuk berbagi pengalaman dalam menghadapi konflik internal dan ancaman radikalisme serta kekerasan melalui penyelesaian damai. Ia berharap melalui kerjasama ini, negara berkembang dapat memperkuat kapasitas dan solidaritas dalam negosiasi internasional. Selain itu, ia meminta kerja sama selatan-selatan berperan dalam proses implementasi Agenda Pembangunan Pasca-2015 dan mempertemukan berbagai pemangku kepentingan dalam kemitraan global.
Indonesia sendiri, kata Kalla, telah menyampaikan komitmen dalam peringatan Konferensi Asia-Afrika pada 2015 untuk memberikan dukungan institusional dalam rangka pembentukan Pusat Asia Afrika. Lebih lanjut, Kalla mengimbau pembangunan pasca-2015 tetap berpegang pada prinsip awal Konferensi Asia-Afrika 1955.
ARKHELAUS WISNU