TEMPO.CO, Jakarta - Sugeng Bahagijo, Direktur International NGO Forum in Indonesian Development (INFID), mengatakan bahwa Sustainable Development Goals (SDG) 2030 menuntut pemerintah lebih terbuka dalam melibatkan masyarakat sipil. “Tidak hanya saat membuat laporan, tetapi menyusun konsep indikator, dan implementasi,” kata Sugeng, dalam siaran pers yang diterima Tempo, Sabtu, 26 September, 2015.
Pernyataan itu disampaikan Sugeng saat pertemuan organisasi masyarakat sipil Indonesia, di Kantor Perutusan Tetap Republik Indonesia PBB di New York. Pertemuan itu dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
SGD adalah versi global dari rencana pembangunan jangka menengah (RPJM). Sehingga, menurut Sugeng, jika pemerintah Indonesia mengimplementasi program PBB yang berisi 17 target dan 169 sasaran itu maka sama dengan mempercepat capaian pembangunan pemerintah dalam RPJM.
Haris Azhar, Ketua Kontras, menambahkan, bahwa dalam implementasi itu diperlukan keterlibatan kelompok-kelompok marjinal seperti perempuan, anak, dan masyarakat adat. “Karena SDG punya prinsip no one leave behind,” kata dia. Selanjutnya, ia menyarankan agar pemerintah membentuk sekretariat bersama untuk menghimpun berbagai pihak dalam implementasi SDG.
Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla menyambut partisipasi masyarakat sipil tersebut. Ia mengatakan bahwa SDG tidak mungkin dijalankan tanpa peran civil society organization (CSO) karena keterbatasan anggaran pemerintah. “Pemerintah dan CSO perlu memikirkan bentuk partnership itu,” kata Jusuf Kalla. “Tidak perlu saling curiga.”
ARKHELAUS WISNU