TEMPO.CO, Jakarta - Lempar jumroh yang menyimbolkan perlawanan umat muslim terhadap setan dianggap sebagai tahapan ibadah haji paling berbahaya.
"Soalnya jemaah yang melakukan itu bisa jutaan dan berkumpul di satu tempat," kata Pengurus Pondok Pesantren Tebuireng KH Salahuddin Wahid saat dihubungi Kamis, 24 September 2015.
Jika dibandingkan dengan ritual lainnya, seperti wakaf misalnya, aktivitas melempar jumroh juga paling menguras stamina. Karena berdesakkan ditambah cuaca panas, ujarnya, maka jemaah bisa kelelahan. (Baca: TRAGEDI MINA: Saksi Mata Itu Berkisah, Terhimpit, Kepanasan)
"Bisa terjadi kericuhan juga, apalagi kalau sudah terjadi saling dorong," ujar Salahuddin Wahid yang akrab dipanggil Gus Solah ini. "Kalau ibadah lain seperti wukuf kan dilakukan dengan berdiam diri dan berdoa, sehingga bisa lebih tertib."
Ini tahapan ibadah haji, seperti dituturkan Gus Solah:
1. Sebelum tanggal 8 Dzulhijah, jemaah melakukan thawwaf qudum atau mengitari kabah di Masjidil Haram
2. Tanggal 9 Dzulhijah, jemaah menuju Padang Arafah untuk melakukan wukuf, atau berdiam diri dan berdoa sejak pagi hingga menjelang magrib.
3. Tanggal 9 Dzulhijah malam, jemaah menuju Muzdalifah untuk bermalam (mabbit) dan mengumpulkan batu untuk melempar jumroh.
4. Tanggal 9 Dzulhijah tengah malam, jemaah melanjutkan perjalanan ke Mina untuk melempar jumroh. Lokasinya sekitar 5 kilometer sebelah timur Mekkah.
6. Tanggal 10 Dzulhijah, jemaah melakukan lempar jumroh ke tiga tiang yang terletak di Mina. Lempar jumroh menyimbolkan perlawanan umat muslim untuk mengusir setan.
7. Tanggal 11-12 Dzulhijah, lempar jumrah lanjutan, lalu kembali ke Mekkah untuk melakukan thawaf perpisahan.
Sedikitnya, 310 orang tewas dan 400 terluka dalam tragedi di Mina, Kamis pagi, 24 September 2015. Seperti dikutip dari BBC, peristiwa ini terjadi saat para jemaah haji berdesakan di jalur menuju lokasi lempar jumroh.
PRAGAUTAMA