TEMPO.CO , Jakarta - Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional Chazali Husni Situmorang memperkirakan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) periode September hingga akhir tahun ini bisa mencapai Rp 30 triliun. Penerbitan Peraturan Pemerintah tentang JHT yang dibarengi meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja menjadi penyebab utama. Chazali mengatakan angka itu meningkat drastis dibanding periode yang sama tahun lalu. "Sebab, dalam PP 60 Tahun 2015 itu, memang diatur mengenai kemudahan pencairan," ujarnya di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis 17 September 2015.
Beleid itu, kata Chazali, berbeda dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992, yang menyatakan bahwa uang JHT baru bisa diambil minimal lima tahun setelah pekerja terkena PHK. "Nah sekarang kan pencairannya tak usah menunggu lima tahun."
Dia menilai fenomena tersebut sebagai sesuatu yang wajar. Apalagi pemberlakuan peraturan itu berbarengan dengan meningkatnya angka PHK yang marak seiring dengan pelemahan ekonomi dalam negeri. Salah satu antisipasi jangka pendek yang akan dilakukan adalah menggencarkan sosialisasi kepada para pekerja. Pekerja akan diberi pemahaman bahwa dana JHT tak perlu diambil saat ini juga. "Walaupun ada payung hukumnya, ini kan sebenarnya ditujukan saat mereka tua nanti," ujarnya.
Namun dia mengakui pemahaman tersebut tak bisa begitu saja diterima para pekerja karena kondisi mereka saat ini terkena pemutusan kerja. Untuk itu, solusi yang paling ideal adalah mengurangi tingkat PHK.
Pencairan JHT paling banyak dilakukan pekerja di daerah Bekasi, Karawang, dan sekitarnya. Hal itu terjadi karena jumlah pekerja yang terkena PHK di sana mencapai puluhan ribu orang. Menurut Chazali, tingginya angka pencairan dana JHT tidak akan berpengaruh terhadap neraca BPJS. Sebab, dana yang akan digunakan untuk mencairkan JHT merupakan uang para pegawai yang saat ini diinvestasikan di berbagai portofolio keuangan. "Jadi yang mungkin yang terpengaruh adalah perusahaan tempat dana itu diinvestasikan," ujarnya.
FAIZ NASHRILLAH