TEMPO.CO, Makassar - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif Abraham Samad terancam dijemput paksa oleh Kepolisian Sulawesi Selatan dan Barat. Ancaman ini dilontarkan setelah Samad tak datang memenuhi panggilan kepolisian sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen kependudukan lantaran kegiatan yang tak dapat ditinggalkan.
Juru bicara Polda Sulselbar Komisaris Besar Frans Barung Mangera mengatakan pihaknya tidak mempersoalkan ketidakhadiran Abraham Samad. Kepolisian dapat mengagendakan pemanggilan ulang terhadap Samad. Kepolisian segera mengagendakan pemanggilan kedua. Bila itu masih diabaikan, pihaknya akan melakukan pemanggilan ketiga yang disertai upaya penjemputan paksa.
"Kalau tidak hadir tidak apa-apa karena itu adalah hak tersangka. Kami akan lakukan pemanggilan kedua dalam waktu dekat setelah berkoordinasi dengan kejaksaan. Bila belum juga hadir, maka kami bisa melakukan upaya jemput paksa. Kami memberikan keleluasaan terhadap yang bersangkutan. Namun, hukum itu juga ada batas waktunya," kata Barung, Kamis, 17 September.
Barung menjelaskan pihaknya segera berkoordinasi dengan kejaksaan ihwal penyusunan ulang agenda pelimpahan tahap kedua kasus yang menjerat Abraham Samad. Barung menuturkan pihaknya yakin Abraham Samad memahami semuanya. Ia berharap yang bersangkutan bersikap kooperatif mengingat pelimpahan tahap kedua kasus itu merupakan kewajiban sekaligus tagihan dari kejaksaan. "Kan, berkasnya sudah P-21," ucapnya.
Barung menegaskan pelimpahan tahap kedua kasus Abraham Samad harus dilakukan pihaknya setelah kejaksaan menyatakan berkas kasus ketua KPK nonaktif itu lengkap alias P-21. Adapun untuk berkas tersangka lainnya, yakni Feriyani Lim, masih menunggu informasi kejaksaan ihwal kelengkapannya. Bila sudah dinyatakan lengkap, pihaknya juga akan menyerahkan Feriyani ke kejaksaan.
Barung mengatakan Abraham Samad dan Feriyani disangkakan pasal yang sama, yakni Pasal 264 KUHP ayat 1 subsider Pasal 266 KUHP ayat 1 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP atau Pasal 93 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 yang telah diperbarui dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Atas perbuatannya, kedua tersangka terancam hukuman maksimal 8 tahun penjara.
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulawesi Selatan dan Barat Kombes Khasril menyatakan baru berkas Abraham Samad yang lengkap dan bisa diserahkan ke kejaksaan. Kepolisian juga menegaskan belum ada penetapan resmi ihwal tersangka baru. Informasi bahwa kakak Abraham, Imran Samad, ditetapkan sebagai tersangka ditampiknya. Namun ia mengakui bisa jadi Imran berstatus tersangka setelah kasus dikembangkan.
Dimintai konfirmasi terpisah, koordinator tim advokasi Abraham Samad di Sulawesi Selatan, Adnan Buyung Azis, menyatakan pemberitahuan pelimpahan tahap kedua kasus Abraham ia terima mendadak. "Baru diterima kemarin Magrib di kantor LBH Makassar. Informasinya mendadak dan AS (Abraham Samad) kan tinggalnya di Jakarta," ujar dia.
Kasus pemalsuan dokumen kependudukan itu bermula dari laporan Chairil Chaidar Said, ketua LSM Lembaga Peduli KPK-Polri ke Bareskrim Mabes Polri. Kasus ini dilimpahkan ke Polda yang kemudian menetapkan Feriyani dan Abraham sebagai tersangka. Feriyani kemudian melaporkan Abraham Samad ke Bareskrim Mabes Polri. Abraham dituduh membantu Feriyani mengurus perpanjangan paspor di Makassar pada 2007.
TRI YARI KURNIAWAN