TEMPO.CO, Tasikmalaya - Rabu siang, 16 September 2015, sejumlah murid Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah Al Maarif, di Cijerah, Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya tampak berada di luar kelas. Ada yang asyik bermain, ada pula yang jajan makanan ringan. Padahal waktu itu masih jam belajar, belum saatnya istirahat.
Tak ada seorang pun guru yang mengajar di kelas. Saat dilihat ke ruang guru, tidak satu pun guru berada di ruangan tersebut.
Usut punya usut, guru di Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah Al Maarif, mogok mengajar. Mereka terpaksa melakukan aksi ini karena honor selama 7 bulan belum dibayar. Selain itu, dana sertifikasi yang seharusnya diterima para honorer ini tak jelas juntrungannya. "Belum dapat honor 7 bulan," kata salah seorang guru honorer, Ecep Zakaria saat ditemui di ruang tata usaha MTs Al Maarif, Rabu. Dia menambahkan, dana sertifikasi selama 4 bulan pada tahun 2014 juga belum diterima nya.
Disinggung kenapa belum menerima honor dan dana sertifikasi, Ecep mengatakan, karena pihak Kementerian Agama belum membayarnya. "Katanya lagi diproses (Kemenag), tapi sampai sekarang belum menerima," katanya.
Setiap bulan, Ecep menerima honor sebesar Rp 500 ribu. Dia mengaku tidak punya usaha sampingan lain. "Saya sudah menjadi guru honorer sejak 1992," katanya.
Meskipun telah puluhan tahun mengabdi, Ecep tak kunjung diangkat jadi pegawai negeri sipil (PNS). Meski tidak jadi PNS dan memiliki penghasilan layak, dia mengaku iklas mendidik murid-muridnya. "Karena ini panggilan hati. Berangkat dari hati nurani," jelas dia.
Dengan menggelar mogok mengajar, Ecep mengatakan, bukan tidak tanggung jawab kepada anak didiknya. Dia mengaku dilema. Di satu sisi butuh keperluan untuk hidup sehari-hari, di sisi lain mereka harus mengajar siswa. "Ya mau bagaimana lagi, kami juga dilema, kasihan sama anak-anak," katanya.
Dia berharap, pemerintah dalam hal ini Kemenag memperhatikan kesejahteraan para guru honorer madrasah. "Inginnya lembaga terkait perhatikan kami, honorer," harapnya.
Kepala MTs Al Maarif, Atip Mulyadi mengaku baru mengetahui aksi mogok mengajar pada Rabu pagi. Menurut dia, aksi ini merupakan akumulasi kekecewaan sebagian horerer karena hak-hak mereka belum dibayar oleh pemerintah. "Seperti sertifikasi," katanya.
Disinggung berapa lama honorer belum mendapat dana sertifikasi, Atip tidak mengetahuinya. Di MTs Al Maarif ada 30 guru. Jumlah guru yang berstartus PNS hanya 3 orang, sisanya 27 guru merupakan guru honorer. "Jelas sangat bergantung pada guru honorer," ujarnya.
Soal mogok mengajar guru honorer, Atip nampaknya kurang sependapat. Dia berharap, guru honorer tetap mengajar sembari pemerintah membayar hak-hak mereka.
"Murid punya hak untuk dapat pengajaran. Kami mohon maaf kepada anak-anak, oran tua dan tentu ini bukan keinginan kami," jelas dia.
Salah seorang siswa kelas 8 MTs Al Maarif, Adi mengaku tidak tahu kenapa guru mogok mengajar. Dia dan temannya yang lain berinisiatif tetap belajar dengan mengisi tugas-tugas di buku pelajaran. "Tadi ngisi tugas saja," katanya.
Siswa lainnya, Ai Latifah mengaku tahu gurunya mogok karena mereka belum mendapatkan honor. "Katanya guru tidak dibayar honornya," ujarnya.
CANDRA NUGRAHA