TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis bekas Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Waryono Karno enam tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan penjara. Vonis dibacakan Rabu, 16 September 2015, sekitar pukul 14.40 WIB di Pengadilan Tipikor.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan satu alternatif kedua, dakwaan kedua primer, dan dakwaan ketiga," ujar Hakim Ketua Artha Theresia saat membacakan vonis.
Vonis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi yaitu sembilan tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan. Hal yang meringankan Waryono, kata hakim, adalah berusia lanjut, belum pernah dihukum, dan banyak mendapatkan penghargaan selama menjadi pejabat negara. "Hal-hal yang memberatkan, tindakan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah untuk memberantas korupsi," ujar Hakim Artha.
Mantan anak buah Jero Wacik ini terbukti bersalah melakukan tiga tindak pidana korupsi. Pertama, Waryono melakukan korupsi dalam proyek fiktif di Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM dalam rangka mempercepat penyerapan anggaran tahun 2012.
Ada tiga jenis kegiatan fiktif dan menyimpang itu yaitu sosialisasi sektor energi dan sumber daya mineral bahan bakar minyak bersubsidi, kegiatan sepeda sehat dalam rangka sosialisasi hemat energi, dan kegiatan perawatan gedung kantor sekretariat Kementerian ESDM. Seluruh kegiatan itu didanai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara tahun 2012.
Uang dari proyek fiktif itu lantas dikumpulkan Koordinator Satuan Kerja Kegiatan di Kesekjenan ESDM Sri Utami. "Dari kegiatan sepeda sehat sosialisasi hemat energi, Sri Utami menerima uang Rp 1,1 miliar," ujar majelis hakim. Akibat kegiatan fiktif itu, kata hakim, negara merugi Rp 11,124 miliar.
Dakwaan kedua yang terbukti adalah Waryono menyerahkan uang sebesar US$ 140 ribu kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sutan Bhatoegana untuk memuluskan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP tahun 2013) Kementerian ESDM di DPR.
Dakwaan ketiga yang terbukti, ia memperkaya diri sendiri sejumlah US$ 284.862 yang diperoleh dari orang lain yaitu anak buah terdakwa dari pengumpulan yang tidak sah, sehingga disebut uang gratifikasi. Selain itu, ada pula uang lain sebesar US$ 50 ribu yang diperoleh dari Kepala SKK Migas saat itu, Rudi Rubiandini, yang seharusnya diserahkan pada anggota DPR namun disimpan terdakwa.
INDRI MAULIDAR