TEMPO.CO , Jakarta: Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat menemukan pelanggaran baru dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik kunjungan Setya Novanto dan Fadli Zon ke Amerika Serikat. Mahkamah mempersoalan kekosongan kursi pimpinan DPR ketika Setya Novanto memutuskan menambah lawatannya hingga 10 hari.
"Bagaimana hukumnya kekosongan pimpinan itu perlu diselidiki," ujar Wakil Ketua MKD Junimart Girsang di Kompleks Parlemen Senayan, Senin, 14 September 2015. ( Lihat video Lima Dugaan Pelanggaran Etik DPR, Merokok sampai Ijazah Palsu, Diduga Melanggar Kode Etik, Pimpinan DPR Terancam Dicopot )
Ketua DPR Setya Novanto dan wakilnya, Fadli Zon, seharusnya kembali beraktifitas di Tanah Air pada 4 Agustus usai menghadiri The 4th World Conference of Speakers of Parliaments" yang diselenggarakan Inter Parliamentary Union (IPU) selama 31 Agustus hingga 2 September. Namun, kenyataannya, rombongan memperpanjang lawatan hingga 12 September untuk melakukan safari politik ke Washington DC dan kota lain di Amerika Serikat.
Karena itu, dalam penyelidikan pendahuluan, MK DPR akan memanggil sejumlah pihak yang mengerti persoalan ini, seperti Sekretariat Jenderal DPR serta pejabat Badan Kerjasama Antar Parlemen.
"Selanjutnya pemanggilan duta besar di New York sana, apakah dia memfasilitasi pertemuan setelah tanggal 3 dan seterusnya," ujar Junimart.
Tak hanya itu, MK DPR bersiap melibatkan penegak hukum bila menemukan penyelewengan anggaran dalam kunjungan ke Amerika Serikat. Musababnya, Sekjen DPR mengakui pembengkakan jumlah rombongan yang berangkat dari semula seharusnya hanya tujuh orang, namun menjadi 21 orang.
"Kalau pelanggaran di luar kode etik memang bukan urusan kami, tapi kami bisa bekerja sama dengan penegak hukum lain seperti BPK dan Kepolisian untuk mengusut penyimpangan anggaran itu," kata Junimart.
INDRI MAULIDAR