TEMPO.CO, Surakarta - Masyarakat Solo dari berbagai kalangan sepakat bikin petisi untuk penyelamatan kawasan cagar budaya Sriwedari.
Kesepakatan itu muncul dalam pertemuan di kompleks Museum Radyapustaka, yang dihadiri para seniman, akademisi, pengacara hingga legislator. Petisi itu akan ditujukan kepada Mahkamah Agung serta Presiden RI.
Anggota Komite Museum Radya Pustaka, ST Wiyono, mengaku pihaknya telah menerima surat aanmaning (teguran) dari Pengadilan Negeri Surakarta. "Surat itu kami terima Selasa kemarin," kata Wiyono, dalam pertemuan itu, Kamis, 10 September 2015.
Dalam surat tersebut, komite museum diminta datang ke pengadilan, untuk memenuhi putusan pengadilan ihwal sengketa lahan Sriwedari. Pengelola museum menjadi salah satu tergugatnya, bersama Pemerintah Kota Surakarta dan Keraton Kasunanan.
Dalam sengketa perdata tersebut, ahli waris Wiryodiningrat menggugat pemerintah yang menguasai lahan tersebut selama puluhan tahun. Melalui proses pengadilan yang berjalan bertahun-tahun, mereka berhasil memenangkan putusan pengadilan hingga tingkat kasasi.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Surakarta, Teguh Prakosa, menyatakan mendukung pembuatan petisi itu. "Sriwedari merupakan kawasan cagar budaya, harus tetap menjadi milik masyarakat," katanya.
Meski kalah di tingkat kasasi, saat ini pemerintah melalui advokat yang ditunjuk, sedang mengajukan peninjauan kembali (PK). "Kami berharap pengadilan bisa bersabar menunggu hasil PK ," katanya. Dia yakin novum yang menjadi pijakan pemerintah dalam mengajukan PK cukup kuat. "Hasilnya bisa berbeda dengan kasasi," katanya.
Teguh juga khawatir eksekusi yang akan dilakukan pengadilan, bakal menimbulkan kerawanan sosial. Sebab, ada banyak fasilitas umum yang ada di lahan itu, seperti stadion Sriwedari, Gedung Wayang Orang hingga Museum Radya Pustaka.
Pemerhati budaya, Bambang Irawan, meminta pengadilan tidak hanya menggunakan pendekatan hukum saja. "Ada aspek lain yang harus diperhatikan, termasuk aspek sosial," katanya.
Bambang mendukung upaya penggalangan petisi yang utamanya ditujukan kepada pengadilan. "Kami berharap pengadilan menggunakan hati dalam menyelesaikan sengketa ini," katanya.
Terpisah, juru bicara Pengadilan Negeri Surakarta, Mion Ginting, mengakui telah mengirim panggilan kepada para tergugat. "Mereka dipanggil untuk diberi teguran atau aanmaning agar bersedia menjalankan putusan pengadilan," katanya.
Surat tersebut dilayangkan sebagai respon atas pemohonan eksekusi yang telah diajukan oleh pihak ahli waris Wiryodiningrat. "Kami berharap tergugat bisa menjalankan putusan dengan sukarela," kata Mion. Dengan demikian, pengadilan tidak perlu melakukan eksekusi terhadap lahan tersebut.
AHMAD RAFIQ