TEMPO.CO, Karawang - Pemerintah Kabupaten Karawang telah menetapkan sejumlah situs bersejarah menjadi cagar budaya peringkat kabupaten. Salahsatunya, Kompleks pemakaman Sampurnaraga, tempat ratusan korban tragedi pembantaian Rawagede pada tahun 1947 disemayamkan. Melalui Surat Keputusan Bupati Karawang Nomor 432/Kep.539-Huk/2023, tempat pemakaman seluruh korban pembantaian Belanda itu menambah daftar tempat bersejarah di Karawang yang menjadi cagar budaya.
Tim Ahli Cagar Budaya Karawang Dharma Gautama mengatakan, pemakaman korban rawagede beserta monumennya telah memenuhi sebagai daerah yang bisa ditetapkan sebagai cagar budaya. Dharma menuturkan, penetapan itu akan menjadi langkah baik bagi pemerintah untuk menyelamatkan peninggalan sejarah di Karawang.
Taman Makam Sampurnaraga, Rawagede merupakan monumen pengingat masyarakat Karawang terhadap peristiwa Agresi Militer Belanda pascakemerdekaan Republik Indonesia. Di Rawagede, sekira 77 tahun lalu, terjadi kejahatan perang. Serdadu Belanda membantai warga desa dengan brutal. Jumlah korbannya mencapai 431 orang. Semuanya laki-laki dewasa dan remaja. Sebanyak 181 orang dimakamkan di pemakaman Sampurnaraga.
Kampung itu menjadi sasaran amukan Belanda karena dianggap pernah menjadi tempat persinggahan Kapten Lukas Kustario, seorang pemimpin laskar yang kerap menyergap dan menyerang Belanda. Dalam penyerangan itu, Belanda menembakkan mortir ke pemukiman. Pasukan penjajah menembaki siapa pun laki-laki yang mereka temui di desa itu, Bahkan pembunuhan itu dilakukan di depan mata istri korban.
Kejahatan perang di Rawagede pun membawa pemerintah Belanda ke pengadilan. Pengacara para korban Rawagede adalah Liesbeth Zegveld. Karena aksinya, pemerintah Belanda kalah di pengadilan, meminta maaf dan memberikan kompensasi kepada keluarga para korban.
Kompleks pemakaman Sampurnaraga dibuat pada tahun 1951 dan kemudian direnovasi pada tahun 1995. Pada 10 November tahun 1951 atas inisiatif Bupati Tohir Mangkudijaya dibuatkan makam yang terdiri dari 431. Jumlah tersebut hasil pengumpulan makam-makam yang sebelumnya berada di pekarangan rumah warga. "Kemudian pada 9 Desember 1995 makam direnovasi dan kembali diresmikan pada bulan Januari tahun 1996," kata Dharma.
Selain deretan makam korban, di kompleks itu juga dibangun monumen dan diorama yang menggambarkan berbagai adegan pembantaian kejam tersebut. Dalam monumen itu, terdapat patung seorang ibu yang sedang menggendong jenazah anak laki-lakinya yang sedang berlumuran darah karena ditembak tentara Belanda.
Di tempat itu setiap peringatan tragedi Rawagede, duta besar Belanda kerap datang berkunjung. Dalam peringatan tersebut, setiap duta besar Belanda kembali menyatakan permintaan maaf pada keturunan korban pembantaian.
Pelaksana tugas (Plt) Bupati Karawang Aep Syaepuloh mengatakan, pengesahan tempat tersebut menjadi cagar budaya merupakan bentuk dan upaya pemerintah daerah merawat dan menyelamatkan sejarah di Karawang. "Ini sangat penting untuk generasi penerus kita. Karena Karawang ini kota pangkal perjuangan. Banyak peristiwa sejarah dan basis pejuang di sini," kata Aep Jumat, 1 Januari 2024.
Selain pemakaman korban Rawagede, ujar Aep, pemerintah daerah Karawang juga menetapkan kantor kewedanaan Rengasdengklok dan sebuah sekolah dasar lawas menjadi cagar budaya. Aep mengatakan, pihaknya akan terus berupaya menyelamatkan berbagai tempat dan situs bersejarah.
"Sebelum ditetapkan menjadi cagar budaya, ketiga tempat ini telah melalui proses dan penelitian terlebih dahulu. Dan tentunya tahun ini juga ada yang rencananya kita jadi cagar budaya," kata Plt bupati Karawang tersebut.