TEMPO.CO, Kupang - Sekitar 400 buruh di Nusa Tenggara Timur (NTT) selama 2015 telah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh pengusaha. Mereka di-PHK karena berbagai masalah, seperti gaji dan jam lembur.
"Setahun ini, 300-400 buruh dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja," kata Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) NTT Stanis Tefa kepada Tempo, Selasa, 1 September 2015.
Karena itu, buruh di NTT hari ini tidak turun ke jalan, seperti yang dilakukan para buruh di Pulau Jawa. "Bagaimana kami mau turun ke jalan kalau buruh sudah banyak yang dipecat," ucap Stanis.
Menurut Stanis, pihaknya lebih memilih melakukan perundingan dengan perusahaan yang memecat para buruh agar hak-haknya terpenuhi. "Tidak ada gunanya kami turun ke jalan jika tidak ada solusi atas pemecatan buruh," ujar Stanis.
Buruh yang dipecat antara lain dosen di beberapa perguruan tinggi serta pekerja toko dan perusahaan daerah (PD), Flobamor. "Setiap perusahaan sekitar sepuluh buruh yang dipecat," tutur Stanis.
Berbagai alasan pemecatan yang dilakukan perusahaan seperti gaji tidak sesuai dengan upah minimum regional (UMR), jam lembur, serta tidak diberikan jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan melalui BPJS. "Masalah-masalah ini yang kami rundingkan dengan perusahaan, karena sudah merupakan kewajiban," katanya.
Stanis mengaku banyak laporan PHK yang masuk yang perlu diselesaikan dengan cara perundingan. Karena itu, dia memilih tidak melakukan aksi unjuk rasa.
YOHANES SEO