TEMPO.CO, Bandung - Organisasi dan sejumlah aktivis pendidikan melakukan investigasi ihwal biaya keberangkatan rombongan kepala sekolah dan pejabat Dinas Pendidikan Kota Bandung ke Cina pada 29 Juli-4 Agustus 2015. Setiap peserta rombongan diminta pengundang acara membayar Rp 20,5 juta. Diduga dana keberangkatan berasal dari uang kas sekolah.
Menurut dokumen yang diperoleh Tempo, kepergian kepala sekolah tersebut terkait dengan undangan untuk menghadiri Workshop Kemitraan Indonesia-Cina dari Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional Open Learning Centre (Seamolec) tertanggal 3 Juli 2015. Panitia meminta peserta yang berminat menyetor Rp 20,5 juta per orang ke rekening bank. Biaya itu mencakup akomodasi, tiket pesawat pergi-pulang, visa, transportasi lokal, kunjungan budaya, dan konsumsi.
Di Shanghai, peserta diajak biro perjalanan mengunjungi TV Tower, The Bund, dan Yu Garden. Lalu peserta akan menghadiri pertemuan China-ASEAN Vocational Education Principal Summit di Shuzou International Education Park, Shuzou, selama dua hari.
Setelah itu, peserta berwisata ke Tiger Hill, yang terkenal dengan pagoda miringnya, di Kota Nanjing, kemudian ke Old Town. Sebelum kembali ke Indonesia, peserta diboyong kembali ke Shanghai untuk mengunjungi kampus dan bertemu dengan pimpinan Jiangsu Provincial Department of Education.
Koordinator Gerakan Masyarakat Peduli Pendidikan (GMPP) Hari Santoni mengatakan pihaknya dan jaringan aktivis pendidikan di Kota Bandung telah menelisik rencana keberangkatan rombongan tersebut ke Cina. Sejauh ini, GMPP mencatat ada 27 kepala sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan negeri atau guru yang mewakili kepala sekolah berencana pergi. “Angka resmi jumlah dan siapa saja yang berangkat belum jelas dari Dinas Pendidikan Kota Bandung,” ujarnya kepada Tempo, Selasa, 28 Juli 2015.
Selain itu, sumber dana kepergian mereka dinilai masih gelap. Hari menduga biaya kunjungan ini mengambil dari kas sekolah. “Kalau dari dana pribadi, tidak jadi masalah. Tapi kalau dari uang iuran bulanan siswa dan dana sumbangan pendidikan, itu penyimpangan, bisa terindikasi korupsi,” ujar Hari.
Alasannya, saat ini merupakan awal tahun ajaran baru. Artinya, rencana anggaran dan kerja sekolah belum ditetapkan di tiap sekolah karena rapat musyawarah dengan orang tua belum dilakukan. Adapun anggaran tahun akademik lalu sudah tutup buku. “Dana pejabat Dinas Pendidikan yang ikut juga dari mana? Kalau ditanggung Seamolec, berarti gratifikasi,” katanya. GMPP berniat membawa masalah tersebut ke Inspektorat Kota Bandung.
Sebelumnya diberitakan, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengatakan studi banding tersebut tidak memberatkan anggaran Kota Bandung, karena para kepala sekolah berangkat dengan biaya sendiri-sendiri. "Kalau pakai biaya dari APBD, harus ada skala prioritas. Tapi studi banding itu sebenarnya baik, siapa pun perlu, apalagi ini bukan program APBD," katanya.
ANWAR SISWADI