INFO BISNIS - Lahirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan merupakan wujud dari komitmen pemerintah untuk tetap melaksanakan reformasi birokrasi di semua aspek, khususnya lingkup ketatalaksanaan pemerintahan dan pelayanan publik. Keberadaan UU ini karena dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan, aparatur pengawasan internal pemerintah mendapat porsi kewenangan strategis serta wajib berperan aktif memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi badan/pejabat pemerintah dalam pengambilan keputusan.
Untuk menindaklanjuti penerapan UU tersebut, sedang disusun dua rancangan peraturan pemerintah, yaitu mengenai tata cara pengembalian akibat kerugian yang ditimbulkan dari keputusan dan/atau tindakan pemerintah serta mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif.
Baca Juga:
Gagasan penting yang tercantum dalam UU ini antara lain mengenai hubungan yang sinergis antarinstitusi pemerintah dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan berdasarkan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). Hal lain yang diatur adalah mengenai legitimasi pengiriman keputusan administrasi pemerintahan yang dapat dilakukan melalui media elektronik. Selanjutnya adalah soal kejelasan tanggung jawab atas kewenangan yang berdasarkan sumbernya, meliputi kewenangan atributif, delegatif, dan mandat.
UU itu juga mengatur tata cara penerbitan keputusan atau tindakan pemerintah yang telah memenuhi syarat sahnya keputusan beserta batas-batas diskresi. Terkait dengan perlindungan masyarakat, UU tersebut mengatur upaya administratif atas keputusan administrasi pemerintahan. Hal tersebut dimaksudkan sebagai upaya membangun kepercayaan masyarakat dan implikasinya pada peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Salah satu isu yang menarik adalah mengenai diskresi. Diskresi adalah Keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintah untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Diskresi dapat dilakukan dalam kondisi peraturan perundang-undangan memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.
Baca Juga:
Selain itu, diskresi dapat dilaksanakan apabila tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sesuai dengan AUPB, berdasarkan alasan-alasan obyektif, tidak menimbulkan konflik kepentingan, dan dilakukan dengan iktikad baik.
Terkait dengan potensi mengubah alokasi anggaran kemudian menimbulkan akibat hukum yang berpotensi membebani keuangan negara, diskresi wajib memperoleh persetujuan dari atasan pejabat. Jika atasan pejabat tersebut melakukan penolakan, harus ada alasan penolakan secara tertulis.
Diskresi dapat dilakukan tanpa harus memperoleh persetujuan dari atasan pejabat, apabila diskresi tersebut akan menimbulkan keresahan masyarakat, keadaan daruarat, mendesak, dan/atau terjadi bencana alam. Pada kondisi demikian, pejabat pemerintah yang melakukan diskresi wajib memberitahukan kepada atasan pejabat tersebut sebelum penggunaan diskresi. Kemudian melaporkan kepada atasan pejabat itu setelah penggunaan diskresi tersebut.
Sering terjadi juga adanya penyimpangan dalam penggunaan diskresi. Apabila pejabat pemerintah tersebut bertindak melampaui batas waktu berlakunya wewenang dan melampaui batas wilayah wewenangnya, penggunaan diskresi telah melampaui wewenang serta keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan menjadi tidak sah. Ada juga penggunaan diskresi yang tidak sesuai dengan tujuan wewenang yang diberikan, bahkan bertentangan dengan AUPB. Dalam kondisi tersebut, penggunaan diskresi telah mencampuradukkan wewenang serta keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan dapat dibatalkan.
Yang sangat memprihatinkan adalah apabila penggunaan diskresi dikeluarkan oleh pejabat yang tidak berwenang. Hal ini merupakan tindakan sewenang-wenang. Akibatnya, keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan menjadi tidak sah.
Inforial