TEMPO.CO, Bondowoso - Kepala Sub-bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunung Api Wilayah Barat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hendra Gunawan mengatakan letusan hebat Gunung Raung terakhir terjadi pada 1956.
"Semburan abu setinggi 6-12 kilometer," kata Hendra di Bondowoso, Selasa, 7 Juli 2015.
Baca Juga:
Letusan Gunung Raung saat itu terjadi selama empat jam, dan abunya terbawa angin sejauh ratusan kilometer. Adapun saat ini status Gunung Raung masih tetap di level siaga.
"Tremor masih tercatat, ada peningkatan tapi tidak eksponensial, bisa turun lagi seperti biasa," kata Hendra. Dia meminta masyarakat tetap tenang sekaligus waspada dengan mendengarkan informasi yang dikeluarkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
Hendra mengatakan ketinggian abu saat ini antara 400 dan 500 meter dengan arah angin ke timur hingga tenggara. "Pada 7 Juli 2015 ini saja. Enggak sampai Banyuwangi," katanya.
Ihwal bahaya-tidaknya semburan abu itu buat pesawat, Hendra mengatakan bergantung pada ketinggian terbang pesawat itu. Adapun perihal larangan terbang, Hendra mengatakan otoritas penerbangan yang memilik wewenang. PVMBG, kata dia, hingga saat ini masih memantau aktivitas Raung.
Hendra mengatakan baru-baru ini PVMB memasang alat deformasi untuk melihat kembang-kempisnya gunung. "Kalau ada anomali, kami bisa mendeteksi sebelumnya," katanya. Alat tersebut dipasang sejauh 9 kilometer di arah tenggara dari puncak Gunung Raung.
Menurut Hendra, karakter letusan Gunung Raung bertipe strombolian. "Ada letusan material pijar seperti kembang api. Namun jatuhnya masih di kaldera sendiri," katanya. Hendra mengatakan letusan material pijar itu menjadi salah satu ancaman yang membahayakan warga di radius tiga kilometer dari puncak Raung.
DAVID PRIYASIDHARTA