TEMPO.CO, Yogyakarta - Omzet sejumlah produk konveksi menjelang Lebaran tahun ini menurun dibanding tahun lalu. Perajin produk fashion dan peci di Daerah Istimewa Yogyakarta mengeluhkan jumlah permintaan produk yang anjlok itu. Salah satu perajin produk fashion, Wiwik Dwi Lestari, mengatakan permintaan baju menjelang Lebaran tahun ini tidak sebagus tahun lalu. Omzet Wiwik per bulan saat ini hanya Rp 100 juta. Sedangkan tahun lalu bisa mencapai Rp 300 juta per bulan. “Daya beli masyarakat kini semakin menurun, tak sebagus tahun lalu,” kata Wiwik, Senin, 29 Juni 2015.
Wiwik telah banyak mengikuti pameran produk kerajinan yang digelar pemerintah maupun kalangan swasta. Namun promosi lewat pameran itu tak belum cukup untuk meningkatkan penjualan produknya. Untuk Juni atau bulan puasa, permintaan produknya hanya naik 20 persen bila dibandingkan dengan Mei.
Hal yang sama dialami Mohamad Turadi, salah satu perajin peci di Dusun Bedukan, Pleret, Bantul. Menurut dia, permintaan peci menjelang Lebaran tahun ini tak sebagus dengan tahun lalu. Tahun lalu, Turadi mampu menjual 20 ribu peci untuk pasar domestik maupun luar negeri. Sedangkan menjelang Lebaran tahun ini ia hanya mendapat pesanan 5 ribu kopiah. “Saat ini saya mengandalkan pasar dalam negeri. Ekspor sedang lesu,” kata Turadi. Ekspor peci lesu karena krisis keamanan di Timur Tengah. Satu di antaranya adalah kegiatan gerakan radikal Islamic State of Iraq Syiria atau ISIS.
Peci rajut berbentuk bulat produksi Turadi selama ini banyak dikirim ke Afganistan. Dia menamai jenis peci itu dengan peci Taliban. Sebab, Taliban merupakan gerakan radikal yang ada di kawasan Timur Tengah. Ratusan peci yang seharusnya diekspor ke Afganistan itu tak bisa diekspor atau tertahan di tempat eksportir yang berada di Jakarta. Turadi menyatakan turunnya permintaan itu terjadi sejak tujuh bulan lalu.
SHINTA MAHARANI