TEMPO.CO, Cilacap - Sampah plastik memenuhi di laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah. Timbunan plastik itu memenuhi pulau-pulau kecil yang merupakan hasil endapan lumpur Sungai Citanduy yang berhulu di Jawa Barat. Kerusakan hutan wilayah hulu menggerus tanah sekaligus menggelontor ribuan ton sampah ke laguna. Kini, ada 12 pulau kecil di sekitar muara, tersebar di Desa Ujunggagak, Panikel, Ujungalang, dan Klaces, Kecamatan Kampung Laut.
“Dulu saya mencari ikan, kini mencari sampah untuk dijual,” ujar Sumaryono, 40 tahun, warga Desa Klaces, Kecamatan Kampung Laut, Cilacap, Kamis, 21 Mei 2015.
Sedimen juga berakibat pendangkalan laguna. Perahu yang ditumpangi Tempo saat berkeliling acap kandas. “Sekitar 20 tahun lalu, dalam laguna bisa 15 meter. Kini hanya 1-1,5 meter,” ucap Wahyono, pegiat lingkungan setempat yang menemani Tempo berkeliling.
Data Dinas Kelautan, Perikanan, dan Pengelola Sumber Daya Kawasan Segara Anakan Cilacap menyebutkan, pada 1903, luas Segara Anakan masih 6.450 hektare. Pada 2000, luasnya menyusut hingga 1.200 ha, dan kini tinggal 400 ha.
Dampaknya, nelayan sulit mencari ikan. Badrian, 53 tahun, nelayan Desa Ujunggagak yang melaut sejak 1980-an, menceritakan, sekitar 1990, dengan peralatan sederhana, bisa didapat ikan dan udang 40-50 kilogram per hari. Namun kini maksimal hanya 10 kilogram.
Berbagai jenis ikan mulai hilang, seperti belanak, kerapu, dan kembung. Ikan-ikan berharga murah, seperti dawah, lemuru, dan layur, yang dulu tak dianggap, kini jadi target utama. Perairan laguna kini sepi. Setiap hari, hanya terlihat belasan perahu kecil. Anak-anak nelayan, tutur Badrian, lebih memilih merantau ke Jakarta dan Batam.
Peneliti pakar biologi lingkungan dari Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Erwin R, Adli menyebutkan, pada 1978, luas hutan bakau di perairan laguna mencapai 17.090 ha. Namun kini tersisa 8.495 ha.
Erwin mengingatkan, agar kerusakan laguna tak meluas, salah satu caranya adalah menjaga keasrian bakau di Nusakambangan timur yang masih cukup lebat. Walau diakuinya, tanpa rehabilitasi hulu-hulu sungai yang bermuara ke laguna, upaya konservasi akan selalu kalah cepat ketimbang laju kerusakannya. “Nelayan jadi korban pertama. Mereka tercerabut dari alamnya,” katanya.
ARIS ANDRIANTO