TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengatakan eksekusi mati terhadap Mary Jane Fiesta Veloso, terpidana mati kasus narkotik asal Filipina, tidak dibatalkan. Menurut Jokowi, eksekusi mati Mary Jane hanya ditunda sampai proses peradilan di negaranya, Filipina, yang memposisikan dia sebagai korban perdagangan manusia, selesai.
"Jadi kan ada surat dari pemerintah Filipina bahwa di sana ada proses hukum mengenai human trafficking, sehingga kami menghargai proses hukum seperti itu," kata Jokowi di Hotel Bidakara, Rabu, 29 April 2015.
Jokowi beberapa kali menegaskan pernyataannya bahwa eksekusi mati terhadap Mary Jane tidak dibatalkan. “Ini penundaan. Untuk lebih jelasnya silakan tanya ke Jaksa Agung," ujarnya.
Kejaksaan Agung sebelumnya berencana mengeksekusi Mary Jane bersama delapan terpidana mati lainnya pada dinihari tadi. Namun beberapa saat sebelum dieksekusi, Kejaksaan mengumumkan bahwa dari sembilan terpidana mati, hanya delapan yang dieksekusi.
Mereka adalah Andrew Chan, Myuran Sukumaran, Martin Anderson, Raheem Agbaje, Rodrigo Gularte, Sylvester Obiekwe Nwolise, Okwudili Oyatanze, dan seorang warga negara Indonesia, Zainal Abidin.
Karena tidak jadi dieksekusi mati, Mary Jane dikembalikan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan, Yogyakarta. Ia diberangkatkan dari Nusakambangan, Rabu, 29 April 2015 pukul 04.30 WIB. Mary Jane tiba di Yogyakarta sekitar pukul 08.00 WIB.
Mary Jane tertangkap tangan membawa 2,6 kilogram heroin di Bandara Adisutjipto, Yogyakarta, pada 2010 lalu. Ia divonis hukuman mati. Upaya hukum yang ditempuhnya agar lolos dari hukuman mati kandas setelah Mahkamah Agung menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK). Permohonan grasi juga ditolak Presiden Joko Widodo.
REZA ADITYA