TEMPO.CO, Bandung - Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat Cornell Syarief Prawiradiningrat menyatakan pihaknya akan mengaudit program kredit berbunga murah pemerintah Jawa Barat yang dititipkan di Bank Jabar Banten (BJB). "Masih dalam pemeriksaan, kami akan melihat efektivitasnya," katanya di Bandung kemarin.
Cornell mengatakan lembaganya mencantumkan dana pemerintah provinsi untuk program kredit lunak berbunga rendah itu sebagai salah satu bahan pemeriksaan rinci yang akan dilakukan lembaganya untuk memeriksa kewajaran penyajian laporan keuangan pemerintah Jawa Barat. "Kami tidak memeriksa BJB, namun memeriksa dana pemerintah yang dimasukkan ke sana," ujarnya.
Menurut Cornell, dana pemerintah provinsi di BJB tahun lalu masih tersisa Rp 40 miliar, dan tahun ini kembali dikucurkan Rp 100 miliar. "Kenapa harus disalurkan lagi? Padahal yang dulu juga belum tersalurkan. Dana ini bisa dimanfaatkan untuk yang lain. Tapi pemerintah provinsi tampaknya memang sudah menganggarkan," ucap Cornell.
Cornell menuturkan dana pemerintah di BJB itu menjadi salah satu dari rencana pemeriksaan rinci BPK selama sebulanan ini untuk menilai opini kewajaran penyajian laporan keuangan pemerintah Jawa Barat. Sejumlah masalah yang menjadi rencana pemeriksaan rinci tersebut berasal dari pemeriksaan pendahuluan BPK atas laporan keuangan pemerintah Jawa Barat tahun 2014. "Masih proses, masih ada dialog, masih ada penjelasan provinsi. Kami baru mulai, ini baru pemeriksaan awal," katanya.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan dana itu sengaja dititipkan pemerintah setelah mendapat lampu hijau dari Bank Indonesia. "Kami menabung di sana, tabungan dipinjamkan oleh bank kepada kreditor dengan mekanisme bank. Kalau kemudian sekarang mau diambil uang seluruhnya bisa, tak ada sepeser pun uang yang hilang," tuturnya.
Gubernur dengan sapaan Aher itu menuturkan pemerintah provinsi sengaja menyimpan sejumlah dana di BJB dengan syarat. Yakni dana itu wajib digunakan BJB untuk memodali layanan kredit lunak dengan bunga rendah. "Ada akadnya untuk dipinjamkan ke masyarakat dengan pinjaman lunak, tentu atas izin Bank Indonesia, kami tidak dapat apa-apa," ucapnya.
Aher menjelaskan lazimnya menyimpan di bank semisal deposito, seharusnya deposan mendapat bunga, tapi pemerintah provinsi sengaja tidak mendapat bunga atas duit simpanan itu. Hal ini sebagai ganti persyaratan agar BJB menggulirkan dananya dalam bentuk kredit lunak berbunga rendah yang menjadi keuntungan bank sepenuhnya.
"Ini sengaja agar bank memberikan pinjaman bagi yang membutuhkan lewat mekanisme bank resmi. Sebab, kalau pakai hibah, bisa beak (habis). Orang butuh modal, dikasih dana hibah, habis," kata Aher.
Menurut Aher, dengan cara ini, duit pemerintah di bank itu tidak hilang. Risiko jika terjadi kredit macet pun menjadi tanggungan bank. "Genah kan, kami untung," ujarnya.
AHMAD FIKRI