TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat terorisme, Noor Huda Ismail, membeberkan alasan pelajar dan mahasiswa Indonesia bergabung dengan kelompok radikal Islamic State atau Islamic State in Iraq and Syria (ISIS). Menurut Noor, jiwa muda yang menginginkan petualangan dapat terakomodir bila bergabung dengan ISIS.
"Ketertarikan mereka karena ada kesempatan petualangan yang seru dan memicu adrenalin di dunia nyata seperti membawa senjata, ikut perang dan sebagainya," kata Noor yang dihubungi Tempo pada Senin, 30 Maret 2015.
Selain itu, lanjut Noor, para pemuda tertarik bergabung dengan ISIS untuk menjadi bagian dari gerakan perubahan besar berupa khilafah. Terlebih lagi, ISIS melancarkan propaganda berupa wacana alternatif yang membuat pelajar Indonesia kepincut.
"Mereka memberi fakta melalui media sosial bahwa ISIS adalah entitas politik baru yang melakukan pembangunan seperti membuat pabrik roti dan menggaji orang-orang," ucap Noor.
Pelajar Indonesia banyak terpapar propaganda ISIS melalui media sosial. Noor menyebut media seperti Youtube, Facebook, Whatsapp dan Twitter dapat dengan cepat menyebarkan informasi kondisi riil di lapangan. Anak muda yang dekat dengan internet mudah menerima propaganda tersebut dan akhirnya terpicu untuk bergabung.
Selain itu, Noor menyebut alasan kemanusiaan juga jadi salah satu faktor bergabungnya pelajar Indonesia ke ISIS. Beberapa mahasiswa, kata Noor, awalnya masuk ke Suriah untuk membantu korban yang terluka. Akan tetapi, saat berada di sana mereka merasakan diserang dan melihat langsung penderitaan sesama sehingga akhirnya ikut mengangkat senjata.
Seperti diberitakan sebelumnya, dua pelajar Indonesia yang berada di Turki diyakini telah bergabung dengan Islamic State atau Islamic State in Iraq and Syria (ISIS). Mereka adalah Yazid Ulwan Falahuddin, 19 tahun, dan Wijangga Bagus Panulat, 20 tahun.
Yazid, jebolan SMA di Kayseri, Turki, bergabung dengan ISIS pada akhir 2013. Dia kabur dari sekolahnya dan bergabung dengan kelompok pemberontak yang menjadi cikal-bakal ISIS. Sedangkan Bagus, kakak kelas Yazid yang merupakan mahasiswa tahun pertama jurusan computer engineering di Izmir Institute of High Technology, Kayseri, Turki, menyusul jejak Yazid empat bulan kemudian. Sumber Tempo mengatakan Yazid kini menjadi perekrut milisi ISIS dari Tanah Air.
Menurut Noor, cara mencegah meluasnya perekrutan pelajar Indonesia masuk ISIS tak cukup dengan pendekatan agama seperti ceramah oleh pemuka agama. Saat ini, kata Noor, rekrutmen ISIS dilakukan dengan cara-cara modern melalui media sosial sehingga upaya deradikalisasi juga harus menggunakan pendekatan yang sama.
Tak hanya itu, Kementerian Luar Negeri juga harus berperan lebih besar dalam mensosialisasikan peta politik global. Menurut Noor, konflik di Suriah bukan semata konflik agama namun didanai dan diboncengi kepentingan negara-negara lain seperti Rusia dan Amerika. Konstelasi politik itu yang harus dipahamkan pada pelajar-pelajar Indonesia. "Pendidikan politik global sangat penting, jangan cuma deradikalisasi melalui majelis ta'lim," ujar Noor.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA