TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris Ansyaad Mbai mengapresiasi langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir 19 situs online yang dinilai menyebarkan paham terorisme dan radikalisme di Indonesia. Menurut dia, media online menjadi salah satu saluran penyebaran paham tersebut.
"Ini memang upaya yang sangat penting dan luar biasa," kata purnawirawan polisi itu di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa, 31 Maret 2015.
Menurut Ansyaad, pemblokiran situs merupakan salah satu cara untuk menghentikan ajaran Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS). Namun, ujar dia, biasanya situs-situs lain akan bermunculan lagi. "Ini tidak mudah, karena setelah diblokir bisa muncul di Arab, Jerman, dan Inggris," ucap Ansyaad.
Juru bicara Kementerian, Ismail Chawidu, menuturkan permintaan pemblokiran situs radikal berasal dari BNPT. Hingga awal pekan lalu, sudah ada 70 situs yang diblokir Internet service provider.
Sedangkan dalam surat Kementerian kepada ISP yang salinannya diterima Tempo, berdasarkan permintaan BNPT, Kementerian meminta pemblokiran 19 situs yang dinilai radikal. Situs-situs radikal itu di antaranya Arrahmah.com, Voa-islam.com, dan Eramuslim.com.
Wakil Ketua Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat Hanafi Rais mengatakan pemerintah jangan terlalu paranoid terhadap isu penyebaran paham ISIS di dunia maya. Menurut Hanafi, penutupan situs radikal oleh Kementerian harus dikaji lebih dalam.
"Ini terlalu gegabah dan keliru. Jangan sampai langkah ini dianggap islamofobia," kata Hanafi di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa, 31 Maret 2015. Menurut Hanafi, Menteri Rudiantara harusnya melakukan verifikasi sebelum melakukan pemblokiran. "Jangan-jangan yang diblokir tidak semengerikan itu. Mungkin saja tentang dakwah biasa," kata anak mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Amien Rais ini.
SINGGIH SOARES | KHAIRUL ANAM