TEMPO.CO, Situbondo - Nenek Asyani, 63 tahun, kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Situbondo, Jawa Timur, Kamis, 19 Maret 2015. Persidangan kelima ini dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi.
Nenek Asyani datang ke pengadilan pukul 10.00 WIB, ditemani penasihat hukumnya, Supriyono. Menurut Asyani, dia terpaksa datang ke pengadilan meski kondisinya belum sehat. “Saya masih pusing. Terpaksa datang agar kasus cepat selesai,” kata Asyani.
Salah seorang saksi yang dihadirkan adalah Kepala Satuan Resor Pemangkuan Hutan Desa Jatibanteng, Sawin. Dia merupakan pelapor pertama yang menyeret nenek Asyani ke persidangan dengan tuduhan mencuri kayu jati. Barang bukti berupa 38 papan kayu jati yang disebut dicuri nenek Asyani juga diperlihatkan dalam persidangan.
Dalam keterangannya, Sawin, mengatakan awalnya dia tidak tahu-menahu kayu jati itu milik nenek Asyani. “Yang saya tahu kayu itu ada di rumah Sucipto,” ujarnya. Sawin hanya melaporkan telah kehilangan dua pohon kayu jati di petak 43F kawasan hutan produksi Desa Jatibanteng.
Sawin menyita 38 papan kayu jati di rumah Sucipto, karena serat kayunya sama dengan dua pohon jati yang hilang. Sawin juga membantah pengakuan nenek Asyani bahwa dia meminta uang Rp 4 juta untuk mencabut perkaranya. Menurut dia hanya satu kali bertemu Asyani, saat dikonfrontasi oleh polisi.
Saat sidang berjalan, nenek Asyani kerap memprotes penjelasan Sawin. “Bagaimana saya bisa membawa dua pohon besar kayu jati? Apa dipikul?” celetuk Asyani yang membuat pengunjung terbahak.
Asyani, tukang pijat asal Dusun Kristal, Desa Jatibanteng, Situbondo, dituduh mencuri 38 batang kayu jati olahan di lahan Perhutani di Desa Jatibanteng. Namun menurut Asyani, kayu jati itu ditebang di lahannya sendiri pada 2010. Selama lima tahun, kayu-kayu itu ia simpan di rumahnya.
Pada Juli 2014, dia hendak membuat dipan. Dia pun meminta menantunya, Ruslan, menyewa mobil milik Abdus Salam dan membawa kayu-kayu itu ke Sucipto, tukang kayu. Tapi nahas, saat melintas di Perhutani, polisi hutan menyita kayu tersebut karena dianggap barang curian di kawasan hutan produksi.
IKA NINGTYAS