TEMPO.CO, Bandung - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman setuju dengan wacana pemberian dana jumbo untuk partai politik. "Pintu masuk untuk memperbaiki Undang-Undang Partai Politik itu di sana," kata dia di Bandung , Rabu, 11 Maret 2015.
Irman mengatakan, pemberian dana sebesar Rp 1 triliun itu bertujuan sebagai penguatan demokrasi. "Dan pilar demokrasi itu partai politik, kami ingin partai lebih terbuka, tidak bergantung pada individu dan kelompok tertentu," katanya.
Menurut Irman, sejumlah negara mempraktekkan dukungan pendanaan bagi partai politik agar lebih demokratis, tidak terjebak dalam praktek korupsi, serta oligarki. "Sehingga berpartisipasi dalam politik itu tidak ada diskriminasi karena uang, kedekatan dengan elitnya atau siapapun," kata dia.
Irman menyatakan pemberian dana jumbo itu juga tidak tanpa syarat. Sejumlah syarat itu antara lain partai lebih demokratis, ketua parpol bukan segala-galanya dan ada konvensi untuk memilih calon di tingkat lokal dan nasional. "Itu sedang kami diskusikan," katanya.
Menurut Irman, saat ini partai politik banyak yang terjebak pada figur perseorangan. "Seperti CV sekarang, apa kata pemilik parpol. Itu tidak boleh, tak sesuai dengan harapan partai politik didirikan," kata dia.
Irman mengatakan, pemberian dukungan dana pemerintah akan menjadi pintu untuk perbaikan partai politik. Soal nominal dananya, bisa didiskusikan. "Yang disampaikan itu baru wacana Menteri Dalam Negeri," kata dia.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengusulkan pembiayaan partai sebesar Rp 1 triliun per tahun yang bersumber dari anggaran negara. Wacana ini akan menekan potensi korupsi.
Tjahjo beralasan, korupsi yang selama ini dilakukan kader partai disebabkan oleh minimnya kas partai. Kader partai harus memakai dana sendiri untuk kampanye saat mencalonkan diri dalam pemilihan umum. "Ternyata akar permasalahannya ada pada pembiayaan dan pendanaan kampanye yang terlalu jor-joran," kata Tjahjo, Selasa, 10 Maret 2015.
Ia mencontohkan kasus dugaan dana siluman Rp 12,1 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta. "Itu awalnya dari kurangnya dana partai."
AHMAD FIKRI