Menurut Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan, Suyatmoko, aturan yang dibuat Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dari aspek sosial, belum ketemu. Mungkin jangka waktu penerapannya butuh waktu. Karena itu, jika pemberlakuan dipaksakan, akan memunculkan keresahan bagi nelayan di Lamongan. “Ya, jelas resah,” ujarnya kepada Tempo, Sabtu, 14 Februari 2015.
Dia mencontohkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat tangkap ikan, yaitu perahu payang dan perahu dogol, tidak serta-merta dilaksanakan langsung. Aturan itu harus melihat realitas di lapangan. Sebab, jangka waktunya pendek, juga sosialisasi ke nelayan dirasa masih sangat kurang.
Di Lamongan, Suyatmoko menambahkan, nelayan tersebar di sejumlah tempat di Kecamatan Paciran dan Kecamatan Brondong, di mana panjang pantainya sekitar 40 kilometer lebih. Tercatat ada lebih dari 15 ribu nelayan, yang bermukim di belasan titik perkampungan pinggir pantai. Di antaranya di Kampung Lohgung, Kecamatan Brondong, juga di Desa Kanadang Semangkon, Paciran Kecamatan Paciran.
Selain menjadi nelayan di sepanjang pantai, terdapat usaha membuat perahu dan kapal. Seperti misalnya bengkel perahu/kapal di Desa Kandang Semangkon, Kecamatan Paciran. Usaha bengkel dan pembuatan kapal/perahu itu sudah berlangsung lebih dari 50 tahun lamanya.
Tetapi, hampir 75 persennya perahu dan kapal pesanan, tetap membuat jenis perahu payang dan perahu dogol. “Jadi, kalau aturan Bu Menteri Susi diterapkan, nelayan di Lamongan, ya resah,” kata Suyatmoko. Dia menyebutkan, masalah pelarangan ini sudah dibicarakan dengan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Cabang Lamongan. Intinya, nelayan minta agar aturan Menteri Susi ditinjau kembali.
Umar, 64 tahun, pembuat perahu dan kapal asal Desa Kandang Semangkon, Kecamatan Paciran, mengatakan dirinya tetap membuat jenis perahu payang dan dogol. Alasannya, perahu yang dibuat sesuai dengan orang yang memesan. “Ya, sesuai pesanan,” ujarnya kepada Tempo, Sabtu, 14 Februari 2015.
Umar mengakui bahwa Peraturan Menteri Susi tentang pelarangan perahu payang dan dogol belum banyak yang tahu. “Ya, termasuk saya.”
Menurut Umar, perahu dan kapal yang dibuatnya berbahan baku kayu kati, kayu mahoni, dan kayu Kalimantan. Ukurannya bervariasi, dari lebar 4 meter dan panjang 10 meter dan lebar 7 meter hingga panjang 12 meter. Harganya, mulai Rp 300 juta hingga Rp 550 juta khusus untuk kapal saja, belum termasuk peralatan jaring serta mesinnya. Diakui, hampir seluruh pesanannya jenis perahu payang dan dogol. “Kok sekarang melarangnya, tidak dahulu.”
SUJATMIKO