Penelusuran Tempo dari dokumen pemeriksaan Bareskrim terhadap rekening Budi Gunawan, menemukan kredit, yang diterima Herviano tidak mensyaratkan adanya agunan aset. Herviano hanya menyodorkan secarik surat jaminan atau Letter of Guarantee dari pengusaha Robert Priantono Bonosusatya, yang diakui Budi Gunawan sebagai karib lamanya. Belakangan, seperti yang dikutip dari laman Business Week, Robert adalah Presiden Komisaris PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk, perusahaan penerbitan dan percetakan di Surabaya.
David Koh, kuasa direksi Pacific Blue, seperti yang disebutkan dalam dokumen itu, tidak menjelaskan adanya perwakilan Pacific Blue di PT Mitra Abadi Berkatindo. Di perusahaan pertambangan timah ini, Herviano duduk sebagai salah satu komisaris. Perusahaan patungan yang berdiri pada 4 Mei 2007 itu bergerak di bidang pertambangan timah. Padahal, Herviano mengucurkan investasi Rp 10 miliar ke PT Sumber Jaya Indah, yang juga perusahaan timah.
Di PT Mitra Abadi, Herviano berkongsi dengan tiga investor lain. Salah satunya bersama Lo Stefanus, pendiri jaringan toko berlian dan permata Frank & Co, yang juga pemilik PT Mondial Investama Indonesia. Di PT Mitra Abadi, Stefanus memiliki 40 persen saham, sedangkan Herviano menguasai andil 20 persen. Saat diperiksa oleh Tim Bareskrim pada 7 Juni 2010, Stefanus mengakui penyertaan modal oleh Herviano di PT Mitra Abadi berasal dari Pacific Blue.
Kepada Tempo, Rabu, 4 Februari 2015, Komisaris Jenderal Purnawirawan Ito Sumardi--saat penyelidikan rekening jumbo milik Budi menjabat Kepala Bareskrim-- menjelaskan, lantaran masih berusia 19 tahun dan menjadi direksi, maka Herviano dikawal oleh Budi Gunawan. "Dia (Herviano) belum sempurna menjadi pebisnis. Maksudnya belum matang. Semua transaksi saat itu dibantu oleh BG (Budi Gunawan)," kata Ito, yang kini menjabat duta besar di Myanmar.
Stefanus belum berhasil dikonfirmasi terkait pengucuran dana dan siapa perwakilan Pacific Blue di PT Mitra Abadi. Berkali-kali panggilan dan pesan pendek yang dilayangkan ke telepon selulernya tak berbalas. Tempo menelusuri keberadaannya, namun Stefanus sulit ditemui di kantornya di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat. "Beliau (Stefanus) jarang ke kantor. Sebulan sekali belum tentu," ujar Ari, pegawai di PT Central Mega Kencana, induk usaha Frank & Co, Kamis, 5 Februari 2015.
Pun demikian dengan David Koh. Ia belum dapat dimintai tanggapan mengenai kucuran kredit perusahaannya kepada Herviano. David tercatat sebagai direktur di Pacific Blue sejak 10 Mei 2010. Saat dikonfirmasi Tempo ke kantor Pacific Blue di Level 2, The Public Trust Building, Dunedin, Selandia Baru, telepon perusahaan itu tidak pernah aktif. Belakangan diketahui perusahaan yang berdiri sejak 29 Juni 1999 itu sudah ditutup pada 25 Februari 2013.
MOYANG DEW KASIHMERDEKA | TIM TEMPO | BC