"Oleh karena itu, mereka sengaja mengulur waktu, meminta agar keputusan soal Budi Gunawan diambil setelah sidang pra-peradilan," kata sumber itu. Sumber lain di lingkaran Istana mengatakan selama masa pra-peradilan kubu yang menginginkan agar Budi dilantik akan melancarkan beberapa manuver agar sidang pra-peradilan calon Kapolri itu dimenangkan.
"Mereka punya keyakinan bisa menang dan mengulur untuk mencari cara agar sidang bisa menang," kata sumber tersebut. Tapi, Jokowi tetap berkukuh tidak akan melantik Budi. Menurut sumber tersebut, opsi pembatalan pelantikan sudah menjadi pilihan presiden. Istana sebenarnya mengharapkan Budi Gunawan akan mundur dari pencalonan.
Rabu, 28 Januari 2015, Syafii sudah mengisyaratkan pencalonan Budi sebagai Kepala Polri bukan inisiatif Jokowi. Setengah berbisik, Syafii mengatakan, "Kalau mau jujur, ya, pengajuan BG (Budi Gunawan) bukan inisiatif Jokowi.” Namun ia tak mau menyebutkan nama. "Anda juga sudah tahu karena ini jadi rahasia umum," kata mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini.
Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris, mengatakan Megawati mungkin mempengaruhi sikap Jokowi. Kemungkinan ini muncul lantaran Jokowi sulit mencabut pencalonan Budi kendati Budi sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. "Saya menduga Jokowi sudah di-fait accompli," ujar Syamsuddin.
Wakil Presiden Jusuf Kalla membela keinginan Megawati yang tetap bertahan mencalonkan Budi. Termasuk, kemungkinan di balik ngototnya Mega ada alasan personal. Budi sebelumnya bekas ajudan Megawati ketika menjadi Presiden pada 2001-2004. "(Kalau ada kedekatan personal, apa itu salah?" kata Kalla dalam Majalah tempo edisi Senin, 2 Februari 2015.
Namun, Kalla buru-buru menjelaskan alasan kedekatan personal itu. "Tidak, saya tidak katakan begitu. Tapi kalau orang mengusulkan siapa, tidak berarti salah, kan? Sebagai ketua partai pemenang pemilu, dia (Megawati) berhak saja mengusulkan," ujar Kalla, menegaskan.
TIM TEMPO | BC